Page 95 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 95
skema Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Hal ini meringankan beban pemberi kerja, kata
Saleh Skema ini perlu diatur dan diperdalam lebih lanjut. Sebab skema JKP ini direncanakan juga
akan menyerap Anggaran Penerimaan Belanja Negara (APBN)
Ringkasan
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancangan Undang-
Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi Undang-Undang pada sidang paripurna, Senin
(5/10). Dalam sidang ini, ada 6 fraksi yang menyatakan setuju bila RUU Ciptaker disahkan
menjadi Undang-Undang.
8 CATATAN KRITIS PAN TERHADAP RUU CIPTA KERJA YANG SUDAH DISAHKAN
Jakarta - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancangan
Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi Undang-Undang pada sidang paripurna,
Senin (5/10). Dalam sidang ini, ada 6 fraksi yang menyatakan setuju bila RUU Ciptaker disahkan
menjadi Undang-Undang.
Sementara itu ada dua fraksi yang menolak, yakni Fraksi Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera (PKS). Serta ada satu fraksi, yakni yaitu fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) yang
menyetujui disahkannya RUU Cipta Kerja ini, namun dengan catatan kritis.
Catatan kritis dari Fraksi PAN itu disampaikan oleh Ketua Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay.
Saleh mengatakan, catatan kritis itu dibuat agar kelahiran UU Cipta Kerja bisa membawa
kemaslahatan dan kesejahteraan bagi masyarakat luas.
Dia mengatakan bahwa PAN menilai pembahasan RUU Ciptaker terlalu tergesa-gesa serta minim
partisipasi publik. Padahal menurutnya, penyusunan aturan turunannya perlu menyerap aspirasi
publik secara luas.
"Karena itu, tidak berlebihan jika kemudian dikatakan bahwa hasil dari RUU ini kurang optimal,"
kata Saleh saat menyampaikan pandangan fraksinya pada rapat paripurna, Senin 5 September
2020.
Bila dilihat dari sektor kehutanan, lanjut Saleh, fraksi PAN menilai bahwa aturan yang ada dalam
RUU Ciptaker masih mengesampingkan partisipasi masyarakat. Terutama dengan penghapusan
izin lingkungan, penyelesaian konflik lahan hutan, masyarakat adat dan perkebunan sawit, serta
tumpang tindih antara areal hutan dengan izin konsesi pertambangan.
Sementara itu, pada sektor pertanian, Fraksi PAN meminta pemerintah untuk tidak membuka
keran impor pangan dari luar negeri terlalu lebar. Menurutnya, pemerintah harus memproteksi
hasil produksi pangan lokal untuk meningkatkan daya saing petani.
"Tanpa membuka keran impor saja, daya saing komoditas pertanian kita sulit dikendalikan. PAN
menilai bahwa pengendalian harga komoditas pertanian yang dapat melindungi konsumen dan
petani sekaligus, belum menjadi agenda dalam RUU Ciptaker," ujar Saleh.
Poin kelima yang disampaikan PAN yakni terkait sertifikasi halal suatu produk. PAN melihat
beberapa pasal dalam RUU Ciptaker berpeluang besar melahirkan praktik moral hazard yang
dilakukan pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Praktik moral hazard sendiri merupakan situasi
di mana seseorang tidak memiliki insentif untuk bertindak jujur.
94