Page 96 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 96

"Moral hazard muncul akibat dari pengakuan sepihak dari UMK tersebut. Padahal, kehalalannya
              belum bisa dipastikan kebenarannya. Harusnya  RUU Cipta Kerja  ini bisa mengatur lebih spesifik
              terkait dengan labelisasi produk halal melalui Lembaga yang resmi dan disetujui," tuturnya.

              Di bidang ketenagakerjaan, fraksi PAN belum melihat penjelasan lebih khusus mengenai aspek
              rencana penggunaan tenaga kerja asing. Sebaiknya hal ini dicantumkan secara spesifik agar
              tidak  multi  interpretasi.  "Poin  keenam,  penghapusan  ketentuan  Pasal  64  dan  65  dalam  UU
              Ketenagakerjaan  akan  melahirkan  banyak  pekerja  kontrak  yang  tidak  terproteksi  dengan
              fasilitas-fasilitas yang telah diakomodir dalam UU Ketenagakerjaan," ujar Saleh.

              Ia khawatir, perusahaan-perusahaan jadi banyak menggunakan pekerja kontrak. Padahal, kata
              dia, menggunakan pekerja kontrak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD Negara Republik
              Indonesia  Tahun  1945  yang  berbunyi  "Tiap-tiap  warga  negara  berhak  atas  pekerjaan  dan
              penghidupan yang layak bagi kemanusiaan."  Poin ketujuh yang disorot PAN yaitu isi dari Pasal
              88B yang menyebutkan bahwa upah para pekerja akan ditetapkan berdasarkan satuan waktu
              dan/atau  hasil.  Saleh  mengatakan,  ketentuan  ini  berpotensi  melahirkan  ketidakadilan  bagi
              kesejahteraan pekerja/buruh.
              "Penghasilan yang diterima bisa berada di bawah upah minimum yang seharusnya. ketentuan
              ini hanya cocok diterapkan kepada pekerja profesional, bukan ke buruh atau pekerja biasa,"
              tuturnya.

              Poin kedelapan yang disorot fraksi PAN yaitu terkait pesangon. PAN mengusulkan agar jumlah
              pesangon para pekerja tidak dikurangi, tetap 32 kali gaji. Namun bedanya, pesangon tersebut
              tidak dibayarkan oleh pemberi kerja saja, namun juga dibayar oleh pemerintah. "Saat terjadi
              PHK,  pemberi  kerja  wajib  membayar  pesangon  sebesar  23  kali  gaji.  Sedangkan  pemerintah
              membayar 9 kali gaji melalui skema Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Hal ini meringankan
              beban pemberi kerja," kata Saleh  "Skema ini perlu diatur dan diperdalam lebih lanjut. Sebab
              skema JKP ini direncanakan juga akan menyerap Anggaran Penerimaan Belanja Negara (APBN),"
              tambahnya.

              Reporter: Rifa Yusya Adilah  Sumber: Merdeka.com.




































                                                           95
   91   92   93   94   95   96   97   98   99   100   101