Page 282 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 28 SEPTEMBER 2020
P. 282
Menurut Taufik, tujuan pemerintah terkait kemudahan berusaha, investasi, dan birokratisasi
masih bisa berjalan tanpa klaster ketenagakerjaan.
"Tujuan kita menyusun 10 klaster di RUU ini tetap bisa berjalan, tetap inventasi akan masuk,
tetap ada kemudahan berusaha dan tetap ada perlindungan terhadap orang-orang yang
berharap ada birokratisasi deregulasi," ujarnya.
Anggota Baleg dari Fraksi PKS Ledia Hanifa juga meminta pemerintah mencabut klaster
ketenagakerjaan dari RUU Cipta Kerja.
Alasannya, menurut Ledia, permasalahan investasi yang sudah diselesaikan dalam bab lain
dalam RUU Cipta Kerja.
Ia juga menilai, pemerintah tidak menjelaskan secara spesifik mengapa UU Nomor 13 Tahun
2013 tentang Ketenagakerjaan dimasukkan dalam RUU Cipta Kerja.
"Kami tetap mengusulkan mengembalikan atau mencabut RUU ini (klaster ketenagakerjaan)
karena persoalan yang dikhawatirkan investasi Indonesia sudah diselesaikan pada bab lain," kata
Lidia.
Anggota Baleg dari Fraksi PAN Ali Taher mengatakan, belum ada alasan rasional yang objektif
untuk melakukan perubahan terhadap ketenagakerjaan melalui RUU Cipta Kerja.
Ali menegaskan, UU Ketenegakerjaan masih dibutuhkan saat ini.
"Kita kembali ke existing, inilah sikap fraksi yang sudah kami komunikasikan," kata Ali.
Sementar itu, anggota Baleg dari Fraksi Golkar Firman Soebagyo meminta pemerintah dan
seluruh fraksi di DPR tetap melanjutkan pembahasan klaster ketenagakerjaan.
Firman meyakini, terdapat sejumlah persoalan ketenagakerjaan di Indonesia.
"Jadi saya rasa, tidak ada alasan lain untuk didrop, yang ada adalah mari kita duduk sama-sama
menyelesaikan persoalan ini, saya yakin bahwa ini ada persoalan. Tidak hanya persoalan buruh,
tapi persoalan pengusaha," kata Firman.
"Fraksi Golkar menyatakan mohon dilanjutkan pembahasan ini," sambungnya.
Senada dengan Firman, anggota Baleg dari Fraksi PKB Abdul Wahid mengajak seluruh fraksi
untuk membahas klaster ketenagakerjaan karena akan berkaitan dengan kebutuhan lapangan
kerja di Indonesia.
"Pandangan kami bahwa ini perlu kita bahas undang-undang ini supaya ada titik temu, mana
masalah-masalahnya mari kita diskusikan bersama," kata Wahid.
Kendati demikian, anggota Baleg dari Fraksi Gerindra Obon Tabroni mengatakan, klaster
ketenagakerjaan harus dibahas lebih lanjut untuk menentukan apakah perlu dicabut atau tidak.
Sebab, menurut Obon, pasal-pasal dalam klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja akan
banyak melahirkan peraturan pemerintah (PP) sehingga berpotensi riskan.
"Kemudian pengupahan poin dua akan diatur dalam peraturan pemerintah. Intinya terlalu
banyak PP yang masuk dalam UU (Ketenagakerjaan) ini," kata Obon.
Obon juga mengatakan, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah 30 kali di
judisial review.
281