Page 453 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 8 OKTOBER 2020
P. 453

Dikutip  dari    Wikipedia,    Outsourching    adalah  pemindahan  pekerjaan  (operasi)  dari  satu
              perusahaan ke perusahaan lain.
              Hal ini biasanya dilakukan untuk memperkecil biaya produksi atau untuk memusatkan perhatian
              kepada hal utama dari perusahaan tersebut.

              Istilah offshoring artinya pemindahan pekerjaan (operasi) dari satu negara ke negara lain.

              Kebijakan   outsourcing   dimuat  dalam  Undang-undang  (UU)  Nomor  13  Tahun  2003  tentang
              Ketenagakerjaan.
              Dengan terbitnya UU Ketenagakerjaan tersebut, Megawati mengatur keberadaan perusahaan
              alih daya di Indonesia secara legal.

              Penyedia tenaga kerja alih daya yang berbentuk badan hukum wajib memenuhi hak-hak pekerja.

              Di dalamnya juga diatur bahwa hanya pekerjaan penunjang yang dapat dialihdayakan.

              Meski demikian, keluarnya aturan pemerintah yang melegalkan praktik  outsourcing  diprotes
              banyak  kalangan  saat  itu,  karena  dianggap  tak  memberikan  kejelasan  status  dan  kepastian
              kesejahteraan pekerja alih daya.

              Para karyawan  outsourcing  tidak mendapat tunjangan dari pekerjaan yang dilakukannya seperti
              karyawan pada umumnya, dan waktu kerja tidak pasti karena tergantung kesepakatan kontrak.

              Karyawan  outsourcing  juga berstatus sebagai pekerja dari perusahaan penyalur tenaga kerja.

              Dengan kata lain, perusahaan tempat bekerja atau perusahaan pemakai jasa  outsourcing       ,
              tidak memiliki kewajiban terhadap kesejahteraan pada karyawan bersangkutan.

              Beberapa  jenis  pekerjaan  yang  diperbolehkan  menggunakan  tenaga    outsourcing    adalah
              cleaning  service    atau  jasa  kebersihan,  keamanan,  transportasi,  katering,  dan  pemborongan
              pertambangan.

              Batasan-batasan pekerjaan  outsourcing  ini sesuai dengan regulasi pemerintah yang tercantum
              di Pasal 66 UU Nomor 13 Tahun 2003 yang mengatur pekerjaan alih daya.

              Di UU Ketenagakerjaan, pekerjaan  outsourcing  dibatasi hanya untuk pekerjaan di luar kegiatan
              utama atau yang tidak berhubungan dengan proses produksi kecuali untuk kegiatan penunjang.
              "Pekerja/buruh  dari  perusahaan  penyedia  jasa  pekerja/buruh  tidak  boleh  digunakan  oleh
              pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung
              dengan  proses  produksi,  kecuali  untuk  kegiatan  jasa  penunjang  atau  kegiatan  yang  tidak
              berhubungan langsung dengan proses produksi," bunyi Pasal 66 UU Nomor 13 Tahun 2003.
              Namun di Pasal 66 UU Cipta Kerja, tak dicantumkan batasan pekerjaan-pekerjaan apa saja yang
              dilarang dilakukan pekerja alih daya, namun hanya menyebut pekerjaan alih daya didasarkan
              pada perjanjian waktu tertentu dan tidak tertentu.

              "Hubungan  kerja  antara  perusahaan  alih  daya  dengan  pekerja/buruh  yang  dipekerjakannya
              didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu,"
              bunyi Pasal 66 UU Omnibus Law Cipta Kerja.

              Dengan revisi ini, UU Cipta Kerja membuka kemungkinan bagi perusahaan outsourcing untuk
              mempekerjakan pekerja untuk berbagai tugas, termasuk pekerja lepas dan pekerja penuh waktu.


              Hal ini akan membuat penggunaan tenaga alih daya semakin bebas jika tak ada regulasi lain
              atau aturan turunan dari UU Cipta Kerja.
                                                           452
   448   449   450   451   452   453   454   455   456   457   458