Page 431 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 431
TERIMA UU CIPTA KERJA, INI CATATAN KRITIS FRAKSI PAN
Terima UU Cipta Kerja, Ini Catatan Kritis Fraksi PAN Laporan: Angga Ulung Tranggana Selasa,
06 Oktober 2020, 23:40 WIB Ilustrasi PAN/Net Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PAN Farah
Putri Nahlia mengatakan, catatan kritis ini dibuat agar kelahiran Undang Undang Cipta Kerja bisa
membawa kemaslahatan dan kesejahteraan bagi masyarakat luas.
Berita terkait Tolak UU Cipta Kerja, PB PMII: DPR Dan Pemerintah Hanya Fasilitasi Korporasi Dan
Oligarki Draft UU Ciptaker Masih Diperbaiki Usai Disahkan, Demokrat: Ini Permainan Ngeri Kadin:
UU Omnibus Law Diperlukan Agar Indonesia Bisa Bersaing Dengan Negara Lain "Catatan
pertama, bahwa kami menilai pembahasan RUU Ciptaker terlalu tergesa-gesa serta minim
partisipasi publik. Penyusunan aturan turunannya perlu menyerap aspirasi publik secara luas.
Sehingga RUU ini kurang optimal," kata Farah dalam keterangan tertulis, Selasa (6/10).
Catatan kedua, bila dilihat dari sektor kehutanan kami menilai bahwa aturan yang ada dalam
RUU Ciptaker masih mengesampingkan partisipasi masyarakat.
Terutama, kata Farah, dengan penghapusan izin lingkungan, penyelesaian konflik lahan hutan,
masyarakat adat dan perkebunan sawit, serta tumpang tindih antara areal hutan dengan izin
konsesi pertambangan.
Catatan ketiga, pada sektor pertanian, sebaiknya pemerintah untuk tidak membuka keran impor
pangan dari luar negeri terlalu lebar.
Farah menuturkan pemerintah harus memproteksi hasil produksi pangan lokal untuk
meningkatkan daya saing petani.
"Tanpa membuka keran impor saja, daya saing komoditas pertanian kita sulit dikendalikan.
Pengendalian harga komoditas pertanian yang dapat melindungi konsumen dan petani sekaligus,
belum menjadi agenda dalam RUU Ciptaker," ujar Farah.
Catatan empat, terkait sertifikasi halal suatu produk. PAN melihat beberapa pasal dalam RUU
Ciptaker berpeluang besar melahirkan praktik moral hazard yang dilakukan pelaku Usaha Mikro
dan Kecil (UMK).
"Praktik moral hazard sendiri merupakan situasi dimana seseorang tidak memiliki insentif untuk
bertindak jujur," katanya.
Catatan kelima, Farah menilai pada bidang ketenagakerjaan, PAN belum melihat penjelasan lebih
khusus mengenai aspek rencana penggunaan tenaga kerja asing.
Menurut Farah sebaiknya hal ini dicantumkan secara spesifik agar tidak multi interpretasi.
Catatan keenam, penghapusan ketentuan Pasal 64 dan 65 dalam UU Ketenagakerjaan akan
melahirkan banyak pekerja kontrak yang tidak terproteksi dengan fasilitas-fasilitas yang telah
diakomodir dalam UU Ketenagakerjaan Hal ini ditakutkan perusahaan-perusahaan jadi banyak
menggunakan pekerja kontrak.
Padahal, kata Farah, menggunakan pekerja kontrak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi 'Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.' Lebih lanjut, Pasal 88 B yang
menyebutkan bahwa upah para pekerja akan ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan/atau
hasil.
Farah menilai ketentuan ini berpotensi melahirkan ketidakadilan bagi kesejahteraan
pekerja/buruh.
430

