Page 449 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 449
Selain itu, salah satu cara menyediakan lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya adalah dengan
menarik investasi baik dalam maupun luar negeri. Namun permasalahan yang seringkali ditemui
adalah masih banyak aturan yang tumpang tindih dan mempersulit.
"Namun tantangan terbesar adalah bagaimana kita mampu menyediakan lapangan kerja dengan
banyaknya aturan atau hiper regulasi kita memerlukan penyederhanaan sinkronisasi," ucap dia.
Atas dasar itu, kehadiran UU ini dianggap bisa menjadi solusi. Karena dengan adanya UU ini bisa
menghapus dan menyederhanakan UU yang mempersulit investasi.
"Untuk itulah diperlukan UU Cipta Kerja yang mengubah atau merevisi beberapa UU yang
menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja. UU tersebut sekaligus sebagai
instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi," jelas Airlangga.
Soal pesangon, Eksekutif I Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-
PEN) Raden Pardede menyatakan, rencana pemotongan pesangon dalam RUU sapu jagat itu
justru menjadi jalan tengah antara kepentingan pengusaha dan pekerja atau buruh. Mengingat
nilai pesangon bagi pekerja di Indonesia termasuk tinggi di dunia.
"Pemotongan pesangon dari 32 kali mungkin menjadi 25 kali, apa itu seperti menjadi kerugian
buat pekerja? mungkin iya. Tapi, kita termasuk paling tinggi dalam pesangon dibandingkan
negara lain. Oleh karena itu, kita cari jalan tengah untuk meringankan beban pengusaha," jelas
dia.
Pardede menilai keputusan memangkas pemberian pesangon menjadi 25 kali juga dinilai masih
menguntungkan bagi buruh.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menegaskan pembahasan RUU Cipta Kerja
telah dijalankan secara Tripartit dan sesuai dengan kesepakatan antar pihak yang terkait.
"Rumusan klaster ketenagakerjaan yang ada dalam RUU Cipta Kerja saat ini merupakan intisari
dari hasil kajian pakar/ahli, focus group discussion (FGD), Rembug Tripartit (pemerintah,
pekerja/buruh dan pengusaha) yang sejak lama dilakukan atas beberapa materi ketenagakerjaan
yang krusial," kata Ida, Selasa (6/10/2020).
Menurutnya Pemerintah menegaskan bahwa proses penyusunan RUU Cipta Kerja sejatinya telah
melibatkan partisipasi publik, baik unsur pekerja/buruh yang diwakili serikat pekerja/serikat
buruh, pengusaha, kementerian/lembaga, praktisi dan akademisi dari perguruan tinggi serta
lembaga lainnya, seperti International Labour Organization (ILO).
Bahkan pada saat RUU Cipta Kerja telah masuk dalam tahap pembahasan di DPR. Sesuai arahan
presiden pada 24 April 2020, Pemerintah melakukan kembali pendalaman rumusan klaster
ketenagakerjaan yang melibatkan pengusaha (APINDO) dengan perwakilan Konfederasi Serikat
Pekerja/Serikat Buruh.
"Dalam pertemuan tersebut, pemerintah banyak menerima masukan dari serikat pekerja/serikat
buruh. Dengan proses yang telah dijalankan ini, pemerintah telah dengan seksama menyerap
berbagai aspirasi, khususnya dari unsur pekerja/buruh," ujarnya.
Kendati begitu, Pemerintah menyadari dalam proses penyusunan RUU Cipta Kerja, terdapat
perbedaan pandangan pro-kontra. Perbedaan pandangan ini tentu saja merupakan hal yang
wajar dalam dinamika sosial dan demokrasi.
Pengesahan UU Cipta Kerja menuai sambutan baik dari kalangan dunia usaha. Ketua Umum DPD
Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Provinsi DKI Jakarta Sarman Simanjorang
448

