Page 447 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 OKTOBER 2020
P. 447
"Kami sampaikan lagi dalam pendapat fraksi Sidang Paripurna DPR RI. Sebagai penegasan atas
penolakan kami tersebut, Fraksi Partai Demokrat walk-out dari Sidang Paripurna DPR RI Senin
(5/10) sore ini," ujar AHY dalam keterangannya.
Penolakan sebenarnya sudah terlihat saat rapat kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan
pemerintah yang menyepakati RUU Cipta Kerja untuk disetujui menjadi UU.
Dalam rapat, hanya 7 fraksi melalui pandangan fraksi mini fraksi telah menyetujui. Ketujuhnya,
yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem,
Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan.
Sedangkan, dua fraksi menyatakan menolak RUU Cipta Kerja ini yaitu Partai Keadilan Sejahtera
dan Partai Demokrat. "7 fraksi menerima dan dua menolak, tapi pintu komunikasi tetap dibuka,
hingga menjelang Rapat Paripurna," kata Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi
Agtas.
Pengesahan RUU Cipta Kerja ini pun langsung menjadi perbincangan hangat dan menuai
beragam respons. Khususnya dari serikat pekerja dan buruh yang memang sejak lama terang-
terangan menolak keberadaan RUU ini.
Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Jumisih, mengutarakan kekecewaan
terhadap DPR yang telah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Pengesahan tersebut, dianggap terlalu cepat dan sangat merugikan buruh di tengah kondisi
terjadi sekarang ini. "Pasti kami sangat kecewa sekali, kita marah, ingin nangis, ini kekecewaan
yang luar biasa buat buruh dan pekerja yang masih bekerja di pabrik," kata dia saat dihubungi,
Senin (5/10/2020).
Dia menuturkan, dengan disahkannya UU Cipta Kerja semakin menunjukan keyakinan bahwa
sebetulnya pemerintah dan DPR tidak berpihak kepada rakyat. Keduanya, justru berpihak kepada
pihak-pihak tertentu seperti korporasi dan pemilik modal.
"Mereka yang punya uang punya kuasa, jadi sebagai negara yang punya cita-cita tetapi secara
hukum tidak mendapatkan itu dengan diberlakunya Omnibus Law," kata dia.
Menurutnya, sikap DPR hari ini betul-betul tidak mendengarkan aspirasi dari rakyat yang setiap
menit melakukan upaya untuk menggunakan ruang demokrasi untuk menyampaikan aspirasi.
Dalam pandangannya, kehadiran UU Cipta Kerja akan sangat mengerikan. Sebab UU ini akan
memberikan ruang yang sangat panjang untuk mengeksploitasi rakyat dan alam.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban
mengatakan, sampai sejauh ini pihak bersikukuh agar RUU Cipta Kerja tetap mengakomodir dan
berpihak kepada buruh atau pekerja. Terutama soal upah yang disebut masih belum jelas.
"Kalau upah dibayar per jam, otomatis upah minimum akan hilang. Terutama kalau upah sektoral
dihilangkan, apakah upah buruh yang di pertambangan akan sama dengan upah buruh
dimanufaktur?," kata Elly dihubungi Liputan6.com .
Dia melanjutkan, kekhawatiran para serikat pekerja cukup beralasan. Apalagi soal hak-hak
pekerja yang selama ini diperoleh. Mulai dari pesangon sampai terbukanya pintu Tenaga Kerja
Asing (TKA).
"Memang kita melihat banyak sekali yang hilang yang telah didapatkan buruh sebelumnya, tetapi
kita akan melihat apa yang akan diputuskan. Kami menyoroti tentang upah sektoral yang
dihapus, nilai pesangon yang dikurangi, kontrak yang sangat panjang, outsourcing yang
diperluas, PHK serta TKA," terang dia.
446

