Page 149 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 24 FEBRUARI 2021
P. 149

Ringkasan

              Investasi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS ) Ketenagakerjaan (BPJS-TK) tidak sama
              dengan  Jiwasraya  dan  Asabri.  Perbedaan  investasi  terlihat  dari  portofolio  sahamnya.  Pakar
              ekonomi dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Roy Sembel mengatakan, dugaan tindak pidana
              atas penurunan nilai investasi (unrealized loss) BPJS-TK berbeda dengan kasus Jiwasraya dan
              Asabri karena jika dilihat dari portofolio BPJS-TK berisi saham-saham LQ45, di mana unrealized
              lossnya  mengikuti  kondisi  naik  dan  turunnya  pasar  alias  masih  "inline".  Sementara  kalau
              Jiwasraya  unrealized  loss  karena  berisi  saham-saham  gorengan  yang  naik  turunnya  sangat
              volatile.



              KASUS BP JAMSOSTEK BERBEDA DENGAN KASUS JIWASRAYA DAN ASABRI

              JAKARTA, investor,id - Kasus dugaan korupsi Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi di Badan
              Penyelenggara  Jaminan  Sosial  (BPJS)  Ketenagakerjaan  atau  BP  Jamsostek  ramai
              diperbincangkan  dan  seolah-olah  disamakan  dengan  kasus  Jiwasraya  dan  Asabri.  Padahal
              sejatinya, penurunan nilai investasi ( unrealized loss ) BP Jamsostek sangat berbeda dengan
              kasus Jiwasraya dan Asabri.

              Pakar Ekonomi Keuangan Roy Sembel mengungkapkan, unrealized loss BP Jamsostek tidak bisa
              disamakan  dengan  kasus  Jiwasraya.  Apalagi  menurutnya,  kalau  dilihat  dari  portofolio  BP
              Jamsostek sendiri, berisi saham-saham LQ45, dimana unrealized loss- nya mengikuti kondisi naik
              dan turunnya pasar atau masih inline . Sementara kalau Jiwasraya unrealized loss karena berisi
              saham-saham gorengan yang naik turunnya sangat volatile .

              "Selain  itu,  prosentase  asset  allocation-  nya  BPJS  Ketenagakerjaan  dibandingkan  dengan
              Jiwasraya jauh berbeda. Portofolio yang terdiri dari saham di BPJS Ketenagakerjaan jauh lebih
              kecil dibandingkan porsinya portofolio saham Jiwasraya," jelas Roy dalam diskusi virtual bertema
              'Pengelolaan Investasi dan Potensi Unrealized Loss pada Lembaga Milik Negara, Apakah Pasti
              Menjadi Kerugian Negara?,' di Jakarta, Selasa (23/2).

              Sementara  itu,  Pengamat  Hukum  Pasar  Modal  Indra  Safitri  mengatakan,  kerugian  investasi
              adalah salah satu risiko pasar yang akan dihadapi oleh investor. Namun jika berbicara unrealized
              loss, adalah kerugian secara buku bukan faktual. "Sehingga harus dibuktikan dulu secara hukum
              apakah  ada  perbuatan  melawan  hukum  yang  menjadi  sebab  kerugian  investasi  dengan
              menggunakan pranata hukum pasar modal," jelas dia.

              Jika potensi kerugian, atau kerugian yang belum dibukukan, masuk ranah merugikan negara,
              maka pasal ini akan menakutkan bagi semua pihak yang mengurus investasi. Padahal, jika rugi
              akibat risiko bisnis semata, tentu tidak masuk ranah pidana. Untung dan rugi biasa dalam bisnis.
              Saham naik, dan saham turun juga hal yang jamak di pasar modal.

              Menurut  data,  Agustus-September  2020  BP  Jamsostek  mengalami  unrealized  loss  hingga
              mencapai Rp 43 triliun. Lalu, pada akhir Desember 2020 angkanya turun menjadi Rp 22,31 triliun,
              dan pada posisi Januari 2021 unrealized loss tinggal Rp 14,42 triliun. Artinya, dapat dipastikan
              potensi kerugian bisa naik dan bisa turun, tergantung harga saham di pasar modal yang menjadi
              portofolio BP Jamsostek.

              Di lain sisi, kontribusi pendapatan termasuk dari saham dan reksa dana yang menjadi pilihan
              investasi BP Jamsostek menghasilkan angka yang relatif besar. Berdasarkan data yang dihimpun,
              hasil investasi bruto selama lima tahun terakhir 2016-2020 sebesar Rp 137,2 triliun dan Rp 33
              triliun (reksa dana dan saham).



                                                           148
   144   145   146   147   148   149   150   151   152   153   154