Page 466 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 NOVEMBER 2020
P. 466
4 PENOLAKAN BURUH SOAL UU CIPTA KERJA YANG SUDAH DITANDATANGANI
JOKOWI
Omnibus law UU Cipta Kerja telah resmi ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 2
November 2020. Namun serikat buruh meminta UU tersebut dicabut lantaran banyak sisipan
pasal yang merugikan kalangan buruh.
"Setelah kami pelajari, isi undang-undang tersebut khususnya terkait klaster ketenagakerjaan
hampir seluruhnya merugikan kaum buruh," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia
(KSPI) Said Iqbal di Jakarta, Selasa (3/11/2020).
Menurut kajian dan analisa yang dilakukan KSPI secara cepat setelah menerima salinan UU No
11 Tahun 2020 khususnya klaster ketenagakerjaan, ditemukan banyak pasal yang merugikan
kaum buruh. Beberapa pasal tersebut antara lain: 1. Berlakunya Kembali Sistem Upah Murah Hal
ini terlihat dengan adanya sisipan Pasal 88C Ayat (1) yang menyebutkan gubernur wajib
menetapkan upah minimum provinsi dan Pasal 88C Ayat (2) yang menyebutkan gubernur dapat
menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu.
Penggunaan frasa "dapat" dalam penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) sangat
merugikan buruh. Karena penetapan UMK bukan kewajiban, bisa saja gubernur tidak
menetapkan UMK. Hal ini akan mengakibatkan upah murah. Kita ambil contoh di Jawa Barat.
Untuk tahun 2019, UMP Jawa Barat sebesar 1,8 juta. Sedang UMK Bekasi sebesar 4,2 juta. JIka
hanya ditetapkan UMP, maka nilai upah minimum di Bekasi akan turun.
Dengan kata lain, berlakunya UU Cipta Kerja mengembalikan kepada rezim upah murah. Hal
yang sangat kontradiktif, apalagi Indonesia sudah lebih dari 75 tahun merdeka. Apalagi ditambah
dengan dihilangkan upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau
kabupaten/kota (UMSK dan UMSP), karena UU No 11 Tahun 2020 menghapus Pasal 89 UU No
13 Tahun 2003.
Dihilangkannya UMSK dan UMSP sangat jelas sekali menyebabkan ketidakadilan. Bagaimana
mungkin sektor industri otomotif seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan
seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai Upah Minimum nya sama dengan perusahan
baju atau perusahaan kerupuk. Itulah sebabnya, di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral
yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDP negara.
"Oleh karena itu KSPI meminta agar UMK harus tetap ada tanpa syarat dan UMSK serta UMSP
tidak boleh dihilangkan. Jika ini terjadi, maka akan berakibat tidak ada income security (kepastian
pendapatan) akibat berlakunya upah murah," ujar Said.
UU No 11 Tahun 2020 menghilangkan periode batas waktu kontrak yang terdapat di dalam Pasal
59 UU No 13 Tahun 2003. Akibatnya, pengusaha bisa mengontrak berulang-ulang dan terus-
menerus tanpa batas periode menggunakan PKWT atau karyawan.
Dengan demikian, PKWT (karyawan kontrak) bisa diberlakukan seumur hidup tanpa pernah
diangkat menjadi PKWTT (karyawan tetap). Hal ini berarti, tidak ada job security atau kepastian
bekerja.
Padahal dalam UU No 13 Tahun 2003, PKWT atau karyawan kontrak batas waktu kontraknya
dibatasi maksimal 5 tahun dan maksimal 3 periode kontrak. Dengan demikian, setelah menjalani
kontrak maksimal 5 tahun, maka karyawan kontrak mempunyai harapan diangkat menjadi
karyawan tetap atau permanen apabila mempunyai kinerja yang baik dan perusahaan tetap
berjalan. Tetapi UU 11 Tahun 2020 menghilangkan kesempatan dan harapan tersebut.
465