Page 70 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 NOVEMBER 2020
P. 70
"Buruknya proses (pembentukan undang-undang) ugal-ugalan seperti ini. Seakan-akan
mengerdilkan proses pembuatan undang-undang, padahal undang-undang itu seperti kontrak
sosial warga melalui wakil-wakilnya," ujar pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, Selasa
(3/11).
Menurut Bivitri, kesalahan redaksional dalam UU Cipta Kerja membuat pasal tersebut tak berlaku.
"Kalau pemerintah mau membuat ada kepastian hukum agar pasal-pasal itu bisa dilaksanakan,
bisa keluarkan perppu karena undang-undang tidak bisa diubah begitu saja. Kalau cuma
perjanjian, bisa direvisi," kata dia.
Anggota Badan Legislasi DPR RI Bukhori Yusuf menyatakan bahwa Setneg tak memiliki
wewenang mengubah isi UU Cipta Kerja. "Ini kan yang ditandatangani presiden naskah 1.187
(halaman) yang telah dilakukan pembahan oleh Setneg. Nah semestinya Setneg itu bukan pihak
yang memiliki kewenangan untuk mengubah meski hanya titik koma sekalipun," ujar Bukhori
saat dihubungi Republika, Selasa (3/11). Bukhori menyatakan, fraksinya, yakni Fraksi PKS akan
membeberkan temuan fakta terkait kejanggalan UU Cipta Kerja. Hal ini adalah bentuk
pembelajaran bagi publik agar mengerti bagaimana buruknya proses pembuatan UU Cipta Kerja.
Regulasi yang ramai mendapat penolakan itu langsung digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK)
selepas disahkan. Kelompok buruh langsung menyerahkan bahan uji materi terhadap UU Cipta
Kerja dengan draf final yang ditandatangani Presiden tersebut. "Pendaftaran gugatan judicial
review UU Cipta Kerja Nomor 11/ 2020 sudah resmi tadi pagi didaftarkan ke MK di bagian
penerimaan berkas perkara,"kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said
Iqbal, Selasa (3/11). Gugatan dilayangkan bersama Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh
Indonesia (KSPSI) pimpinan Andi Gani Nena Wea.
Menurut Said, berdasarkan kajian dan analisis yang dilakukan KSPI secara cepat setelah
menerima salinan UU No 11 Tahun 2020, khususnya pada klaster ketenagakerjaan, ditemukan
banyak pasal yang merugikan kaum buruh.
Salah satunya pada sisipan Pasal 88Cayat (1) yang menyebutkan gubernur wajib menetapkan
upah minimum provinsi dan Pasal 88C Ayat (2) yang menyebutkan gubernur dapat menetapkan
upah minimum kabupaten/kota (UMK) dengan syarat tertentu.
Menurut dia, penggunaan frasa "dapat" dalam penetapan UMK sangat merugikan buruh karena
penetapan UMK bukan kewajiban, bisa saja gubernur tidak menetapkan UMK. Hal itu ia sebut
akan mengakibatkan upah murah.
Selain itu, ada juga persoalan terkait perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau karyawan
kontrak seumur hidup. Said menerangkan, UU Ciptaker menghilangkan periode batas waktu
kontrak yang terdapat di dalam Pasal 59 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Padahal, dalam UU No 13 Tahun 2003, PKWT atau karyawan kontrak batas waktu kontraknya
dibatasi maksimal lima tahun dan maksimal tiga periode kontrak," ujarnya menjelaskan.
satrio nugroho/febrian ad i sapu tro/ronggo astungkoro ed: fitriyan zamzam i
69