Page 12 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 8 MARET 2021
P. 12
tanggal 2 Februari 2021," ujar Sekjen OPSI Timboel Siregar di Jakarta, Jumat (5/3/2021), dikutip
kontributor "PR" Satrio Widianto.
Bersamaan dengan PP Nomor 37 ini turut disahkan juga 3 PP lainnya yaitu PP Nomor 34 Tahun
2021 tentang Tenaga Kerja Asing, PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu
Kerja dan PHK, dan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Setelah ditandatangani,
pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan gencar menyosialisasikan keempat PP ini,
yang melibatkan pengawas ketenagakerjaan dan mediator hubungan industrial.
Timboel ingin menekankan peran pengawas ketenagakerjaan dan mediator hubungan industrial
dengan persyaratan mendapatkan JKP. Dikatakan Timboel, pada Pasal 19 ayat (3) PP Nomor 37
Tahun 2021 disebutkan manfaat JKP dapat diajukan setelah peserta memiliki masa iuran paling
sedikit 12 bulan dalam 24 bulan dan telah membayar iuran paling singkat 6 bulan berturut-turut
pada BPJS Ketenagakerjaan sebelum terjadi PHK atau pengakhiran hubungan kerja.
Tentunya, menurut Timboel, syarat mendapatkan JKP yang dituliskan pada Pasal 19 ayat (3)
akan cukup sulit dicapai oleh pekerja yang mendapat PHK, khususnya bagi pekerja yang
berselisih dengan manajemen, dengan menempuh proses perselisihan PHK sesuai UU Nomor 2
Tahun 2004, yaitu dari bipartit, mediasi, PHI hingga MA
Syarat iuran
"Saya mau fokus tentang syarat telah membayar iuran paling singkat 6 bulan berturut-turut pada
BPJS Ketenagakerjaan sebelum terjadi PHK. Syarat ini akan menjadi kendala utama bagi pekerja
untuk mendapatkan JKP karena proses perselisihan PHK tersebut," tuturnya.
Sebab, faktanya ketika masih dalam proses perselisihan PHK, pihak pengusaha sering kali tidak
membayar upah pekerja lag sehingga iuran jaminan sosial kesehatan (JKN) dan ketenagakerjaan
(JKK, JKm, JHT, JP dan JKP) tertunggak.
Bila iuran jaminan sosial ini tertunggak maka mengacu pada Pasal 19 ayat (3) yaitu syarat telah
membayar iuran paling singkat 6 bulan berturut-turut pada BPJS Ketenagakerjaan, dipastikan
pekerja tidak mendapatkan JKP.
"Kelakuan pengusaha yang tidak membayar upah ketika sedang terjadi perselisihan terjadi
karena lemahnya pengawasan ketenagakerjaan," tambahnya.
Dengan demikian, amanat Pasal 157A UU Cipta Kerja (sebelumnya di Pasal 155 ayat (2) UU
Ketenagakerjaan) yang memerintahkan pengusaha tetap membayarkan upah sebelum adanya
putusan PHK yang berkekuatan hukum tetap, tak bisa berjalan sebagaimana mestinya. "Pasal
157A adalah kepastian bagi pekerja untuk tetap mendapat upah dan terlindungi dalam jaminan
sosial," kata Timboel.***
caption:
PEKERJA menyelesaikan pembuatan abon cabai hiyung di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan,
Selasa (23/2/2021). Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia menilai persyaratan yang diatur
pemerintah bagi pekerja yang kehilangan pekerjaannya masih menyulitkan. *
11