Page 116 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 16 OKTOBER 2020
P. 116

manajemen  Pertamina  di  lingkungan  Subholding  Upstream  PT  Pertamina  Hulu  Energi,  dari
              seluruh lokasi perusahaannya di Indonesia.
              Dalam kesempatan ini, Menaker Ida didampingi Dirjen Pengawasan dan K3, Haiyani Rumondang
              dan  Kepala  Biro  Humas  Soes  Hindharno.  Sementara  dari  Pertamina  hadir  Direktur  Utama
              Subholding Upstream, Direktur HRD, dan jajaran penunjang bisnisnya.

              "Proses pembahasan UU Cipta Kerja ini sangat terbuka. Rapat-rapat di Raker, Panja dan Baleg
              dapat diakses melalui banyak kanal. Ada live streaming, ada liputan dari TV Parlemen, bisa juga
              dari youtube. Sepanjang karir saya di DPR, baru kali ini saya lihat ada proses pembahasan yang
              menit demi menit bisa diakses public. Jadi tuduhan bahwa kita mengendap-ngendap itu tidak
              benar," papar Menaker Ida membuka dialog dengan para pekerja dan direksi Pertamina.

              Menaker Ida juga menegaskan beberapa klarifikasi, di antaranya tentang tuduhan bahwa UU
              Cipta  Kerja  ini  akan  ompong  karena  pasal-pasal  tentang  sanksi  dari  UU  lama  dihapus.  "Ini
              misleading  lagi.  Sanksi  tetap  ada,  kita  adopsi  dari  UU  lama,  baik  sanksi  pidana  maupun
              administratif. UU ini bergigi kuat, tidak ompong," ucapnya.

              Selain itu, sebagai bukti komitmen terhadap peningkatan kompetensi, dalam skema Jaminan
              Kehilangan  Pekerjaan  (JKP)  Kemnaker  memasukkan  tambahan  vocational  training  benefit.
              Artinya, pekerja ter-PHK berhak atas pelatihan dan sertifikasi gratis, sambil menunggu mendapat
              pekerjaan baru.

              "Sehingga saat ada lowongan kerja, sudah punya sertifikat kompetensi. Bisa nego gaji lebih
              tinggi, kan" sambungnya.

              Sebelumnya, Kepala Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Felippa Ann Amanta,
              menilai pemberlakuan sanksi dan denda bagi pelaku usaha yang membahayakan lingkungan
              harus tetap ada dalam Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Felippa menyayangkan
              relaksasi persyaratan lingkungan yang dicabut dari UU.
              Oleh karena itu, dia meminta agar pemerintah dapat meninjau ulang persyaratan lingkungan
              yang  dihilangkan  dari  UU  Cipta  Kerja  dan  akan  diatur  berdasarkan  Peraturan  Pemerintah.
              "Penghapusan  denda  dan  sanksi  perlu  ditinjau  ulang  oleh  pemerintah  mempertimbangkan
              dampak  dari  kerusakan  lingkungan  terhadap  masyarakat,"  kata  Felippa  seperti  dikutip  dari
              Antara di Jakarta, Selasa (6/10).

              Menurut  dia,  dihilangkannya  sanksi  dan  denda  akan  semakin  meminimalisasi  kehadiran
              pemerintah dalam upaya menjaga kelangsungan lahan. Setidaknya, ada acuan dari pemerintah
              yang dapat dilihat oleh para pelaku usaha untuk berhati-hati dalam mengelola lahan.

              Untuk itu, dia meminta upaya pemerintah dapat memastikan masuknya investasi asing langsung
              (Foreign Direct Investment/FDI) tidak serta merta menghilangkan kewajiban para investor untuk
              menjaga  kelangsungan  lingkungan.  Khususnya  pada  investasi  sektor  pertanian,  keberadaan
              lahan sangat penting untuk memastikan kelangsungan sektor pertanian itu sendiri.

              Merdeka.com.













                                                           115
   111   112   113   114   115   116   117   118   119   120   121