Page 99 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 OKTOBER 2020
P. 99
"Pembahan struktur ekonomi ini juga dicapai melalui peningkatan kompetensi pencari kerja dan
meningkatnya kesejahteraan serta produktivitas pekerja," kata Ida, pekan lalu.
Ida menambahkan peningkatan produktivitas menjadi krusial karena rata-rata produktivitas
Indonesia berada di angka 74%. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata
produktivitas Asean yang mencapai 78,2%.
"Jika UU ini tidak dilakukan, lapangan kerja akan pindah ke negara lain yang lebih kompetitif,
penduduk yang belum bekerja makin tinggi, dan Indonesia terjebak dalam middle income trap,"
tegasnya.
Di balik masa depan manis yang ditawarkan UU Cipta Kerja, tantangan besar sejatinya
membayangi. Aturan ini seolah hadir untuk mengarahkan Indonesia sebagai 'negara buruh'
selanjurnya, menyusul negara-negara basis produksi barang manufaktur lainnya yang lekat
dengan suplai pekerja murah.
Jika skenario itu terjadi, bukan tak mungkin Indonesia bakal ditinggal oleh negara-negara yang
mulai fokus mengandalkan industri padat modal.
Namun, anggapan ini sontak ditepis oleh Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia
(Apindo) Shinta Khamdani.
Shinta tidak memungkiri jika industri padat karya diperlukan Indonesia untuk mengurai
permasalahan angkatan kerja yang tak seluruhnya terserap di pasar kerja.
Dia meyakini UU Cipta Kerja bisa mendatangkan jenis industri tersebut. Di sisi lain, Shinta
menggarisbawahi, industri padat karya tetap harus berkualitas sehingga pendapatan pekerja
tetap stabil dan perlindungan tems terjamin.
Dia mengemukakan sektor padat karya diperlukan untuk menekan jumlah pekerja informal yang
sampai Februari 2020 mencapai 56,50% dari total 131,03 juta penduduk bekerja atau sekitar
74,03 juta orang.
Perlindungan sosial dan pemasukan kelompok ini amat rentan sehingga perlu diperkuat ke sektor
formal.
"Jangan melihat UU ini akan membuat pendapatan pekerja turun. Tidak demikian. UU ini akan
menjamin pendapatan yang stabil disertai jaminan sosial. Dengan demikian, investasi yang
masuk benar-benar menyerap tenaga kerja dan ihwal daya beli tak perlu jadi soal," kata
Shinta.
Peningkatan kompetensi dan produktivitas yang diakomodasi lewat UU Cipta Kerja, lanjut Shinta,
juga membuka peluang penetrasi yang lebih luas bagi produk Indonesia. Artinya, produk
tersebut tak hanya akan diserap di dalam negeri, tetapi juga ke pasar mancanegara karena
memiliki daya saing global.
DalaMKaitan ini, UU Cipta Kerja juga bisa memecah masalah daya saing industri domestik yang
masih tergantung pada bahan baku impor.
Shinta mengatakan keberadaan beleid tersebut juga menstimulasi investasi padat modal yang
difokuskan pada pengembangan industri hulu.
"Industrialisasi harus berkembang, tetapi tak melulu yang padat karya saja. UU ini juga
mengakomodasi investasi padat modal di sisi hulu sehingga rantai industri yang bermasalah di
dalam negeri bisa diurai. Keduanya harus simultan," kata dia.
98