Page 100 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 OKTOBER 2020
P. 100
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar
mengemukakan pengembangan industri padat karya tak terhindarkan mengingat karakteristik
pekerja Indonesia yang didominasi pekerja berpendidikan SD dan SMP.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah lulusan SD dan SMP mencapai 74,45 juta
jiwa atau 56,82% dari total jumlah penduduk bekerja.
"Ini fakta yang tidak bisa dihindari, yang kita butuhkan memang industri padat karya," kata
Timboel.
Namun, Timboel menyoroti pula pengembangan industri padat karya yang cenderung lebih
banyak diarahkan ke industri manufaktur meski terdapat peluang di sektor lain.
"Misal rencana food estate 300. 000 hektare, dengan asumsi tenaga kerja 2 orang per hektare,
serapan tenaga kerjanya bisa mencapai 600. 000 orang," sebutnya.
BPS sendiri mencatat pertanian menjadi sektor dengan serapan tenaga kerja tertinggi pada
Februari 2020 yakni mencapai 29,04% atau sekitar 38,05 juta orang.
Timboel mengatakan sektor pertanian memiliki sejumlah pekerjaan rumah lantaran sifat
pekerjanya yang informal.
Dalam hal ini, pemerintah ke depannya perlu menjamin upah minimum pekerja sektor tersebut
termasuk jaminan sosialnya.
"Satu lagi pekerjaan rumahnya adalah soal peningkatan nilai tambah, bagaimana pertanian
terintegrasi dari hulu sampai hilir. Isu yang menyebabkan sektor ini dianggap sebelah mata
adalah nilai tambahnya yang tak sebesar industri manufaktur," tuturnya.
PERENCANAAN
Di tempat terpisah, Ekonom Senior Indef Aviliani mengatakan upaya menjaring investasi
seharusnya diiringi dengan perencanaan mengenai jenis-jenis industri yang ingin dibidik untuk
dikembangkan sekaligus ke mana nantinya produk hasil usaha akan dipasarkan.
"Persepsi pemerintah dalam UU Ciptaker tidak melihat de-mand side, tetapi hanya supply side.
Seharusnya yang dipertanyakan di awal, kita mau jualan barangnya ditawarkan ke mana? Jika
sudah tahu ke mana, kira-kira apa yang dibutuhkan? Kebijakan harus disesuaikan dengan
kebutuhan barang. Kalau hanya dari sisi produksi, siapa yang beli?" kata Aviliani.
Kebijakan yang mendukung sisi produksi secara sporadis dinilai Aviliani belum tentu bisa
mengikuti keinginan pasar. Dia mencatat, Indonesia acap kali membuat kebijakan tanpa melihat
perkembangan pasar dan fokus pada keberlanjutan sisi produksi.
"Pada akhirnya kebijakan seperti ini tidak efektif dan yang disasar pasar domestik kita. Memang
kontribusi konsumsi domestik besar, tetapi kalau mendatangkan investasi hanya untuk pasar
dalam negeri nga-pain?" lanjurnya.
Pandangan cukup berbeda datang dari Kepala Ekonom Center for Strategic and International
Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri yang mengemukakan kebutuhan akan industri padat karya
menjadi suatu hal yang tak bisa dihindari karena pasokan tenaga kerja Indonesia yang belum
mendukung arah industri berteknologi tinggi.
Tiap tahunnya, kata Yose, terdapat 2,7 juta angkatan kerja baru yang masuk ke pasar kerja.
Sebagian besar adalah pekerja dengan tingkat pendidikan rendah dengan peluang kerja yang
minim.
99