Page 466 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 OKTOBER 2021
P. 466
hingga ke semua jari. Ketika berdiri hanya kaki kanan yang berpijak utuh, sedangkan kaki kiri
menjinjit. Jadi kalau di ukur kaki Wawan panjang sebelah.
Wawan kini berstatus aparatur sipil negara (ASN) di Badan Ke pe ga wai an dan Pengembangan
Sumber Da ya Manusia Daerah (BKPSDMD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ba tang hari. Ia
mengikuti tes CASN tahun 2018 dan dinyatakan lulus. Ayah Wawan merupakan pen siunan ASN.
"Sebelum menjadi ASN, saya sempat kuliah di salah satu per gu ruan tinggi swasta sejak 2007
dan lulus 2012.
Selepas kuliah, saya melamar pe kerjaan sebagai sales marketing selama sembilan bulan,"
ujarnya kepada GATRA, Senin lalu. Bosan dengan pekerjaan tersebut, Wawan menyoba
peruntungan bekerja di perusahaan leasing. Empat bulan be ker ja, seorang teman mengajaknya
pindah ke Kabupaten Sarolangun, Jambi, sebagai sales distributor produk makanan.
Ia sempat bertahan dengan pekerjaan itu selama empat tahun. Selama hidup dan bekerja, Wa
wan mengaku tak pernah mendapat per lakuan diskriminasi sebagai pe nyan dang disabilitas.
Kehidupan seharihari dijalaninya seperti manusia normal lain nya. "Alhamdulillah saya belum
pernah menerima pelecehan status saya sebagai disabilitas," katanya.
Namun pengalaman pahit pernah ia alami. Suatu hari Wawan melamar pekerjaan di salah satu
minimarket. Seleksi tahap awal hingga akhir dia lewati dengan lancar. Pertanyaan mulai muncul
dalam hati apakah tampilan fisiknya akan jadi nilai minus saat seleksi. Hal yang ditakutkannya
pun terjadi. Namanya dinyatakan tidak lulus, meski saat wawancara, manajer minimarket
mengatakan bahwa kondisi fisik tak menjadi penilaian.
"Kecewa pasti ada. Karena saya yakin saya bakal diterima. Putus asa te tap ada. Namun saya
tidak mungkin ter paku dengan keputusasaan. Saya ber usaha mencari pekerjaan lain," ucapnya.
Ketika duduk di bangku SD, Wawan tidak begitu ingat bagaimana penilaian teman-teman
terhadap dirinya. Sewaktu mengerjakan tugas kelompok belajar, teman-teman sekelas tak ada
yang membedakan fisik. Meski begitu, ia mengaku sewaktu kecil jarang ke luar rumah.
"Kalau orang bilang saya orang rumah. Usai pulang sekolah pun saya tidak pernah ke luar rumah.
Mungkin waktu itu saya merasa minder dengan kondisi fisik. Padahal lingkungan saya tinggal
tidak pernah memandang fisik," katanya.
Kebiasaan berdiam di rumah berlangsung hingga kini. Apalagi sejak bekerja sebagai ASN, hampir
sebagian waktu ia habiskan bersama anak dan istri di rumah. "Saya cuma ke luar ru mah ketika
ada perkumpulan yasinan, ha jatan pernikahan, dan lainnya," ucapnya.
Awal masuk kantor sebagai ASN, Wawan merasakan lingkungan baru, butuh hal-hal baru dan
memulai semuanya dari nol. Ia tidak mengerti harus mengerjakan apa. Tapi dirinya berusaha
akrab dengan rekan sekantor. "Saya tidak merasakan bahwa teman-teman kantor tidak
menerima saya," katanya.
Sewaktu melihat ada lowongan CASN formasi disabilitas, Wawan mengaku sempat bingung. Ia
tak mengetahui jika dirinya termasuk dalam golongan disabilitas. "Saya sempat searching di
Google apa sih disabilitas itu. Rupanya disabilitas adalah orang-orang cacat walaupun walaupun
terlahir normal tapi kecelakaan dan cacat," ujarnya.
Berkat dorongan dari orangtua dan istri, akhirnya Wawan mengikuti tes CASN formasi disabilitas
dan lulus. Beruntung, penyandang disabilitas yang mendaftar cuma dirinya dari formasi
disabilitas itu. "Ini yang membuat sedikit keberuntungan dan mungkin memang sudah menjadi
rezeki saya dari Allah," ucapnya.
465