Page 474 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 OKTOBER 2021
P. 474
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, mengakui bahwa
sengketa industrial memang harus dihindari, sebab hanya membuang waktu dan biaya. Ia
berpandangan, jalan paling pas adalah kompromi dan keterbukaan kedua belah pihak.
"Karyawan juga lihat kondisi perusahaannya seperti apa,"ia menerang kan kepada GATRA.
Namun nyatanya, sengketa industrial tidak bisa dihindari. Karena sulitnya mencapai kesepakatan
antara pengusaha dan buruh.
Namun, Hariyadi meyakini ujung dari konflik ter sebut justru adanya perdamaian. Menurutnya,
sengketa industrial terjadi karena emosi sesaat.
"Mau dibawa ke pengadilan mana saja, kalau perusahaannya sudah tidak mampu, mau
bagaimana? Kadang yang susah itu menangani emosinya, ada yang bisa menerima, ada yang
tidak. Nanti juga akan berproses di pengadilan, dilihat faktanya. Kalau perusahaan enggak
mampu, ya harus realistis," dia mengungkapkan.
Mengantisipasi dampak pandemi yang berimbas pada kinerja perusahaan, Apindo juga sudah
melakukan berbagai terobosan. Seperti meminta Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) untuk
mengatur soal relaksasi kredit, meminta bantuan modal kerja, hingga hibah pariwisata. Namun,
kendalanya, selama perusahaan masih krisis, sulit untuk dibangkitkan.
"Bagaimana mau minta modal kalau bank masih menganggap sektor pariwisata masih sangat
berisiko. Sampai kapan juga enggak mau ngasih. Kita bisa paham, bank pasti lihat risiko," ia
mengungkapkan.
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah menilai, terjadinya sengketa industrial selama
pandemi Covid-19 relatif tinggi, juga dikarenakan mandeknya pemberian insentif atau stimulus
dari pemerintah kepada para pelaku usaha.
"Ini juga akibat kebijakan pemerintah sendiri yang memberikan insentif atau stimulus kepada
industri-industri, ini kan belum berjalan semua," katanya kepada Yoga Aditya Pratama dari
GATRA.
Walau begitu, pemerintah sebagai mediator dalam situasi seng keta industrial sebetulnya sudah
menyediakan aturan dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI (Kepmenaker) Nomor 104
Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi Coronavirus
Disease 2019 (Covid-19).
Akan tetapi, Trubus menilai bahwa kenyataan yang ada di lapangan kerap kali tak sesuai
harapan. "Yang terjadi ya banyak pelaku usaha yang tidak mematuhi itu (Kepmenaker) karena
kan dalam aturan itu tidak ada sanksinya," ujar Trubus.
"Jadi, Kepmenaker itu hanya se bagai pedoman saja pada akhirnya karena banyak enggak
dipatuhi. Dan ketika enggak dipatuhi, pemerintah juga enggak melakukan langkah-langkah
terhadap perusahaan-perusahaan yang melanggar komitmen itu,"Trubus melanjutkan.
Karena itulah, Trubus memandang bahwa dalam situasi sengketa industrial, pemerintah
terutama dalam hal ini Disnaker wajib menjalankan perannya sebagai mediator.
"Pemerintah harusnya memfasilitasi, mempertemukan, mendialogkan, memberikan solusi-solusi,
sehingga terjadi win-win solution. Kemudian mendorong kedua belah pihak untuk selesai dengan
musyawarah," ujar Trubus. Gandhi Achmad, Ucha Julistian Mone, dan Erlina Fury Santika
473