Page 472 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 OKTOBER 2021
P. 472
pekerjannya pun diakui Indah cukup banyak, yakni mencapai 111.615 pekerja yang terkena PHK
akibat pandemi.
Dalam catatannya, jumlah pekerja yang berpotensi terkena PHK hingga akhir 2021 mencapai
1.076.242 orang, dan perusahaan yang berpotensi ditutup sebanyak 2.819 perusahaan.
Perselisihan antara pekerja dan pemberi kerja di kala perekomian sedang sulit ini dipastikan akan
memunculkan berbagai sengketa hubungan industrial. Karena itulah, Kemnaker pun juga
menerjunkan pejabat fungsional yang bertugas memediasi perusahaan-perusahaan yang tengah
berselisih. Mediator ini, sambung Indah, disiapkan guna memedisasi dalam tiap perkara. Tujuan
utamanya, supaya sengketa tidak berujung pada keributan, dan berakhir damai.
Pola kerjanya didasarkan kepada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian
perselisihan hubungan industri.
Dalam UU ini di katakan, penyelesaian sengketa hubungan industri dilakukan melalui beberapa
tahap, mulai bipartit, lalu tripartit, dan ujungnya perselisihan diselesaikan dalam pengadilan
hubungan industri. "Kalau yang kami dorong, itu selesai di bipartit. Karena dalam hal ini sesuai
dengan prinsip budaya-budaya bangsa yang mengedepankan musyawarah untuk bermufakat,"ia
menjelaskan.
Dari data yang dihimpun dari dinas dan Kemnaker, per 24 September 2021 tercatat sebanyak
2.286 kasus yang se dang bersengketa.
Sebanyak 1.122 di antaranya sudah dinyatakan selesai dan sisa nya diketahui masih dalam poses
mediasi. Indah menyebut, di sinilah peran mediator Kemnaker bekerja.
Ia mengklaim, dari angka 1.122 kasus yang selesai, sebagian besar bisa di selesaikan setelah
adanya mediator Kemnaker yang turun tangan. "Nah, yang selesai ini perlu digarisbawahi
maksudnya berakhir dengan ademayem, secara damai," katanya.
Namun, bukan berarti hak-hak pihak yang berselisih sudah dipenuhi semua; ada yang sudah,
ada yang belum. "Tapi semua bisa dibicarakan secara damai. Karena kalau tidak selesai, arti nya
kan harus ke pengadilan. Kalau yang 1.122 itu beres tidak sampai pengadilan," ia
mengungkapkan.
Dalam analisis Kemnaker, musabab terjadinya sengketa hubungan industri belakangan dan
naiknya tren itu adalah karena daya tahan perusahaan yang melemah. Semua akibat
melemahnya bisnis di masa pandemi Covid-19.
Akhirnya, perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi hak-hak pekerjanya. Hal ini
dinilai wajar, mengingat regulasi pemerintah yang berkaitan dengan pembatasan-pembatasan
berdampak lurus pada kemampuan bisnis perusahaan.
"Kan adanya pembatasan seperti PPKM kemarin nyatanya berdampak pada sektor perusahaan
khusus nya non-esensial yang tidak bisa buka. Bahkan esensial pun tidak buka secara maksimal
100%. Artinya, bisnis pun akhirnya terganggu," ujarnya.
Kasus lainnya pun hampir serupa. Di mana perusahaan yang punya skala kecil mungkin bisa
menjalankan usaha nya, namun kenyataannya pandemi juga menyerang sektor ekonomi
masyarakat.
Akhirnya, perusahaan yang sejatinya masih bisa berusaha akhirnya harus melemah bisnisnya,
karena kemampuan daya beli masyarakat yang jadi konsumen perusahaan tersebut juga
menurun akibat pandemi.
471