Page 510 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 4 OKTOBER 2021
P. 510
Kedua, terbatasnya sumber daya perbankan dalam pelayanan aktivasi rekening baru secara
kolektif. Ketiga, gagal salur untuk rekening eksisting meski telah dilakukan verifikasi dan validasi
oleh bank sebelum ditetapkan sebagai penerima BSU.
Keempat, kurangnya diseminasi pihak bank kepada pekerja penerima BSU mengenai mekanisme
penyaluran BSU. Kelima, perusahaan menolak menerima dana BSU untuk pekerja karena
kurangnya sosialisasi kriteria penerima BSU.
Keenam,lemahnya koordinasi dan sosialisasi antara BPJS Ketenagakerjaan Pusat dengan kantor
cabang dan BPJS Ketenagakerjaandengan BankHimbara dalam pelaksanaan penyaluran BSU.
Indah mengatakan, permasalahan tersebut akan menjadi evaluasi terkait penyaluran BSU.
"Evaluasi ini penting untuk meningkatkan prosentase penerima BSU tahun 2021 dan
meningkatkan kualitas program BSU," katanya.
te Menaker Ida Fauziyah menerangkan, selain BSU, Kemnaker bersama BPJS Ketenagakerjaan
juga akan meluncurkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (KP) pada 2022. Sasarannya,
yakni pekerja yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat dari dampak
pandemi.
Sebagai peserta JKP, mereka akan mendapat manfaat uang tunai selama enam bulan, akses
informasi pasar kerja dan pelatihan kerja. Perhitungan manfaat uang tunai yang diperoleh
selama enam bulan yaitu, 4596 dikali upah di tiga bulan pertama.
Di tiga bulan kedua, formulasinya yaitu 2596 dikali upah. "Dasar perhitungan manfaat uang tunai
adalah upah terakhir yang dilaporkan kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan batas atas upah
sebesar 5 juta rupiah," kata Ida.
Itu artinya, jika pekerja yang diPHK memiliki gaji terakhir Rp5 juta, total tiga bulan pertama yang
diterima sekitar Rp6,75 juta. Lalu manfaat tiga bulan kedua yang diterima sebesar Rp1,25 juta.
Jika ditotal, seorang pekerja yang di-PHK bisa menerima sebesar Rp8 juta selama enam bulan.
Menurut Ida, program JKP merupakan salah satu mandat dari kovensi Organisasi Buruh
Internasional (ILO) Nomor 102 dantindak lanjut dari Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), klaster ketenagakerjaan. Tujuan program JKP, untuk
mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat pekerja kehilangan pekerjaannya.
Ida menuturkan dalam pelaksanaan teknis, JKP diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
37 "Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Sumber
pendanaan program ini berasal dari modal awal pemerintah melalui APBN sebesar Rp6 triliun,
rekomposisi iuran Program Jaminan Sosial, dan dana operasional BPJS Ketenagakerjaan.
Sesuai data kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang memenuhi syarat sebagai peserta JKP
sebanyak 11,172 juta orang. Menurut Ida, kriteria penerima manfaat JKP, yaitu pekerja yang
mengalami PHK dengan kriteria alasan PHK sebagaimana dimaksud pada Pasal 154A UU Cipta
Kerja. "Program ini dikecualikan bagi alasan PHK mengundurkan diri, cacat total tetap, pensiun
atau meninggal dunia," ujarnya.
Kriteria lain, mempunyai masa iuran 12 bulan dalam 24 bulan dan telah membayar iuran enam
bulan berturutturut sebelum terjadi PHK. "Dan bersedia untuk bekerja kembali jika mendapat
pekerjaan lagi," katanya.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo, menjelaskan bahwa dalam
pelaksanaan JKP, BPJS Ketenagakerjaan bersama dengan Kemnaker telah membangun sistem
satu atap yang akan digunakan bersama (Sisnaker). "Dan mempersiapkan sumber daya yang
509