Page 17 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 OKTOBER 2020
P. 17
Pemerintah terus menambah anggaran perlindungan sosial, mengantisipasi tingginya PHK di
tengah resesi. Tapi nilai bantuan itu dinilai terlalu kecil. Sudah enam bulan sejak wabah korona
(Covid-19) pertama kali ditemukan di Indonesia, belum juga ada tanda-tanda pandemi ini akan
segera berakhir. Dari hari ke hari, jumlah korban yang positif terinfeksi virus asal Wuhan,
Tiongkok, ini terus bertambah. Bukan saja berdampak pada kesehatan dan kemanusiaan, virus
ini juga telah menginfeksi perekonomian Indonesia hingga mengalami sakit yang cukup akut.
Terbukti, kinerja ekonomi terus melorot ke level terendah hingga dipastikan masuk ke jurang
resesi.
MERUYAK PHK MASSAL, PERKUAT BANTUAN SOSIAL
Pemerintah terus menambah anggaran perlindungan sosial, mengantisipasi tingginya PHK di
tengah resesi. Tapi nilai bantuan itu dinilai terlalu kecil.
Havid Vebri, Andy Dwijayanto, Ragil N
Sudah enam bulan sejak wabah korona (Covid-19) pertama kali ditemukan di Indonesia, belum
juga ada tanda-tanda pandemi ini akan segera berakhir. Dari hari ke hari, jumlah korban yang
positif terinfeksi virus asal Wuhan, Tiongkok, ini terus bertambah.
Bukan saja berdampak pada kesehatan dan kemanusiaan, virus ini juga telah menginfeksi
perekonomian Indonesia hingga mengalami sakit yang cukup akut. Terbukti, kinerja ekonomi
terus melorot ke level terendah hingga dipastikan masuk ke jurang resesi.
Di kuartal III tahun ini, pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami
pertumbuhan negatif antara -2,9% hingga -1,0%. Prediksi itu sekaligus mengonfirmasi ekonomi
Indonesia masuk turbulensi resesi setelah sebelumnya negatif 5,32% di kuartal 11-2020.
Tak pelak, seluruh sektor usaha terdampak, yang ditandai dengan aktivitas bisnis yang kian
merana. Efek gulir yang ditimbulkan juga cukup serius. Muncul gelombang pemutusan hubungan
kerja (PHK) di mana-mana karena perusahaan tak mampu menggaji lagi karyawan mereka.
Hingga saat ini saja sudah jutaan pekerja yang tersapu gelombang PHK dan dirumahkan oleh
perusahaan tempat mereka bekerja. Data Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) menyebut,
jumlah pekerja yang terkena lay-off dan dirumahkan selama PSBB kuartal II lalu sudah mencapai
3,5 juta orang.
Bukannya mereda, jeritan para pengusaha juga makin nyaring terdengar menyusul terbitnya
keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIO Jakarta yang kembali menerapkan kebijakan
pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sejak pertengahan bulan lalu.
Kebijakan pengendalian wabah di Ibukota itu diprediksi bisa memunculkan wabah baru yang tak
kalah menakutkan: pengangguran. Iya, gelombang PHK dipastikan akan terus berlanjut yang
berimbas pada tingkat pengangguran dan kemiskinan.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) balikan memperkirakan 30% pekerja di Ibukota bisa
terkena PHK atau dirumahkan. Karyawan yang paling rentan terhempas kebijakan itu adalah
mereka yang kontraknya akan segera habis serta karyawan berusia di atas 45 tahun karena
dianggap memiliki risiko kematian lebih tinggi akibat Covid-19.
Prediksi itu memang bisa saja meleset. Tapi, faktanya ancaman terjadinya PHK massal ini bukan
gertak sambal pengusaha. Terbukti, banyak pelaku usaha mengonfirmasi bahwa proses PHK
masih terus berlangsung. "Iya PHK masih akan terus berlangsung," ujar Sekretaris Eksekutif
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil.
16