Page 590 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 OKTOBER 2020
P. 590
Pembahasan klaster ketenagakerjaan masih terus dibahas oleh pemerintah dan Badan Legislasi
Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR). Pemerintah mengajukan tujuh substansi pokok
perubahan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja.
REGULASI PEMERINTAH RUGIKAN PEKERJA DI SEKTOR IHT DAN MAMIN
Pemerintah saat ini sedang membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta
Lapangan Kerja yang dalam perkembangannya menimbulkan kekhawatiran karena potensi
muatan materi hukum yang merugikan pekerja.
Pembahasan klaster ketenagakerjaan masih terus dibahas oleh pemerintah dan Badan Legislasi
Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR). Pemerintah mengajukan tujuh substansi pokok
perubahan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja.
Ketujuh substansi tersebut diantaranya adalah waktu kerja, rencana penggunaan tenaga kerja
asing(RP-TKA), pekerja kontrak atau perjanjian kerja waktu ter-1 tentu (PKYVT), alih daya atau
outsourcing, upah minimum, pesangon PHK,
dan program jaminan kehilangan pekerjaan.
Menanggapi itu, Ketua Umum Serikat Pekerja Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau
Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SP-SI) Sudarto mengatakan,
draft RUU Omnibus Law yang beredar merugikan pekerja.
"Kami perlu mengantisipasi karena Serikat Pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari dan oleh
untuk pekerja yang bersifat bebas mandiri demokratis dan bertanggung jawab guna melindungi
dan membela hak serta kepentingan pekerja. RUU Omnibus Law ini
memberikan dampak terhadap menurunnya kesejahteraan pekerja Indonesia," kata Sudarto.
pada acara rapimnas FSP RTMM-SPSI di Bogor.
Lebih lanjut, menurut Sudarto, pihaknya telah berkirim surat kepada Presiden Jokowi, DPR dari
Kementerian terkait bahwa RUU Omnibus Law meresahkan pekerja.
"Kami mempunyai tiga keinginan agar tidak diabaikan pemerintah dalam RUU tersebut. Pertama
yakni meminta semua hak dan perlindungan tenaga kerja tetap terjaga sebagaimana mestinya,"
papar Sudarto.
KeinginanKedua, lanjut Sudarto, industri sebagai sawah ladang pekerja diperhatikan dan
diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang agar bisa mensejahterakan pekerjanya
dan memperluas lapangan kerja. Ketiga, peran serikat pekerjasebagai wakil pekerja hendaknya
diberikan porsi dalam pengambilan keputusan kebijakan ketenagakerjaan maupun regulasi yang
menyangkut ketenagakerjaan.
"Selama omnibus law tidak menggangu usulan tersebut, kami mendukung tapi kalau
mengganggu, kami pasti menyatakan menolak” ujar Sudarto.
Selain RUU Omnibus Law, untuk sektor industri hasil tembakau (IHT) menghadapi regulasi yang
dinilai menghambat keberlangsungan industri tembakau. Mulai dari kenaikan harga jual
eceran(HJE), rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012, hingga rencana
ekstensifikasi cukai.
"Kenaikan tarif cukai dan HIE ibarat agenda tahunan yang mencekik Industri Hasil Tembakau
(IHT). Beleid tersebut berimbas pada pengurangan produksi, khususnya industri sigaret kretek
tangan (SKT) dan berdampak pada efisiensi tenaga kerja," tutur Sudarto.
589