Page 363 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 3 AGUSTUS 2020
P. 363
Ringkasan
Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mat-talitti mengatakan lembaganya menolak terhadap frasa
atau semangat menarik kewenangan daerah ke pusat atau sentralisasi yang ada dalam
Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cip-taker).
Menurut dia, DPD memandang ada frasa dalam RUU Ciptaker yang bertentangan- dengan
konstitusi yaitu di Pasal 18 ayat 1, 2 dan 5 UUD NRI 19-45."Karena semangat sentralisasi
perijinan dan kewenangan pemerintah pusat, bisa berpotensi merugikan daerah. Ini bisa juga
menghilangkan semangat otonomi daerah yang telah kita rintis sejak awal era reformasi," kata
La Nyalla dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (25/7).
DPD-RI TOLAK SENTRALISASI DI RUU CIPTAKER
Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mat-talitti mengatakan lembaganya menolak terhadap frasa
atau semangat menarik kewenangan daerah ke pusat atau sentralisasi yang ada dalam
Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Cip-taker).
Menurut dia, DPD memandang ada frasa dalam RUU Ciptaker yang bertentangan- dengan
konstitusi yaitu di Pasal 18 ayat 1, 2 dan 5 UUD NRI 19-45."Karena semangat sentralisasi
perijinan dan kewenangan pemerintah pusat, bisa berpotensi merugikan daerah. Ini bisa juga
menghilangkan semangat otonomi daerah yang telah kita rintis sejak awal era reformasi," kata
La Nyalla dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (25/7).
Hal itu dikatakan La Nyalla usai rapat gabun-. gan alat kelengkapan DPD dengan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Har-tanto, di rumah dinas Ketua DPD RI di kawasan
Denpasar Raya Jakarta, Sabtu (25/7).
Dalam rapat gabungan tersebut, empat pimpinan Komite di DPD RI yaitu Komite I hingga II
sepakat menolak terhadap frasa atau semangat menarik kewenangan daerah ke pusat atau
sentralisasi yang ada dalam RUU Ciptaker.
La Nyallamengatakan, para pimpinan alat kelengkapan DPD juga memandang hilangnya
kepastian hukum terkait sanksi pidana dan administratif sebagai pengganti sanksi pidana.
Selain itu menurut dia akan menjadi sangat gemuk delegasi pengaturan ke peraturan pelaksana
di bawah UU, ditambah lagi kewenangan Presiden mencabut Peraturan Daerah (Perda) di Pasal
166 RUU Ciptalcer rawan melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi yang sudah ada.
Menanggapi hal itu, Airlangga mengatakan pemerintah memang ingin mempercepat
pembahasan RUU Ciptaker karena RUU tersebut adalah reformasi paling positif di Indonesia
dalam 40 tahun terakhir, khususnya di bidang investasi dan perdagangan.
"Apalagi dalam resesi global, RUU ini memberikan sinyal kepada dunia bahwa Indonesia
kondusif dan terbuka untuk bisnis, ini penting di tengah sumber daya fiskal kita yang terbatas,"
ujarnya.
Airlangga mengakui, pemerintah kurang dalam melalaikan sosialisasi RUU tersebut sehingga
menimbulkan banyak respon dari berbagai kalangan. Namun menurut dia, pemerintah tetap
mendengar dan berusaha mengakomodasi semua masukan dari parlemen, baik dari DPR RI
maupun dari DPD RI.
"Saya terima semua kesimpulan pendapat bapak ibu pimpinan Komite I hingga IV ini. Tentu
pemerintah memperhatikan dan mengakomodasi," katanya.
362