Page 367 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 3 AGUSTUS 2020
P. 367

perusahaan yang mampu akibat melanggar ketentuan protokol kapasitas 50 persen tersebut.
              "Supaya tidak terjadi seperti itu, lebih baik disiplin dan taat pada ketentuan," ujarnya.

              Asosiasi Pengusaha  Indonesia  (APINDO)  memandang  tes  massal  memberatkan  perusahaan,
              apalagi di tengah ekonomi yang sedang anjlok seperti saat ini. "Jangan kembalikan itu sebagai
              kewajiban perusahaan, ini sekarang kan lagi abnormal, di mana semua perusahaan berpikiran
              dua, diteruskan atau ditutup," ujar Ketua Industri Manufaktur  APINDO  Johnny Darmawan
              kepada Republika.co.id, Kamis (30/7).
              Johnny menjelaskan, saat ini perusahaan yang mampu melakukan  rapid test  secara berkala
              adalah  perusahaan  multinasional.  Sementara  perusahaan-perusahaan  nasional  atau  kecil,
              dengan kondisi ekonomi sekarang ini tidak mungkin sanggup membiayai satu kali rapid test
              seribu karyawan.
              Untuk  membuka  kembali  aktivitas  ekonomi,  meskipun  baru  sebagian  kecil,  tetap  diperlukan
              adanya  protokol  kesehatan.  Selain  protokol  Covid-19,  kata  Johnny,  perusahaan-perusahaan
              besar telah melakukan berbagai kebijakan pencegahan di antaranya untuk tidak masuk bekerja
              bagi karyawan yang sakit atau tinggal di daerah zona merah.

              Kemudian apabila tinggal di daerah zona merah dan diperlukan masuk kerja, harus melakukan
              rapid test terlebih dahulu. "Perusahaan-perusahaan besar sudah melakukan ini. Mereka punya
              poliklinik dan biasanya melakukan rapid test sendiri," kata Johnny.
              Namun, hal itu tidak bisa diharapkan dari perusahaan-perusahaan nasional berukuran medium
              hingga kecil. Bahkan ia menilai saat ini memang perusahaan-perusahaan tersebut yang banyak
              karyawannya tertular Covid-19 akibat tidak disiplin, di tengah upaya tetap membuka aktivitas
              ekonomi.
              Untuk  itu,  Johnny  menegaskan  agar  pemerintah  memahami  kondisi  keuangan  perusahaan-
              perusahaan tersebut. "Perusahaan nasional kan tidak selalu kaya, jadi menurut saya kita harus
              duduk  sama-sama  (dengan  pemerintah).  Karena  ini  kan  buat  kepentingan  negara  juga,"
              katanya.

              Pengamat  Kebijakan  Publik  dari  Universitas  Trisakti  Trubus  Rahadiansyah  mengimbau  agar
              pemerintah lebih transparan terkait kebijakan penanganan penyebaran wabah virus SARS-CoV-
              2  alias  Covid-19.  Menurutnya,  kebijakan  pemerintah  saat  ini  tidak  terbuka  dan  cenderung
              menutup diri.

              "Pemerintah  kebijakannya  tidak  terarah  dan  banyak  pimpinan  perkantoran  di  Jakarta  yang
              menutup diri dan tidak transparan," kata Trubus Rahadiansyah di Jakarta, Kamis (30/7).

              Dia mengatakan, pemerintah juga seharusnya perlu lebih mengarahkan publik supaya pandemi
              Covid dapat terkendali sehingga dapat memutus rantai penularan. "Caranya bagaimana? Ya,
              pemerintah dan kantor harusnya koordinasi dan kolaborasi dengan memberikan informasi data
              dan fakta," katanya.

              Menurutnya, keterbukaan instansi perkantoran juga dibutuhkan guna memutus rantai penularan
              yang ada. Dia berpendapat saat ini tidak semua perkantoran transparan dan terbuka terkait
              penularan Covid-19 di lingkungan kerja mereka.

              Di saat yang bersamaan, dia juga meminta para karyawan terbuka diri terkait kondisi kesehatan
              mereka. Dia mengimbau agar para pekerja tidak perlu takut akan pemecatan atau dirumahkan
              jika berada dalam kondisi tubuh yang tidak maksimal.

              "Jadi kenapa karyawan tidak mau lapor kalau dia Covid, mungkin yang terbayang dibenaknya
              adalah keresahan kalau nanti mereka di PHK," katanya.
                                                           366
   362   363   364   365   366   367   368   369   370   371   372