Page 29 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 FEBRUARI 2021
P. 29

Ringkasan

              Regulasi baru tentang kelonggaran menyesuaikan upah bagi perusahaan padat karya terdampak
              pandemi  berpotensi  disalahgunakan  dengan  memangkas  upah  secara  sepihak.  Pelonggaran
              diharapkan dapat menjaga kelangsungan usaha. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang
              penyesuaian besaran upah di industri padat karya tertentu selama pandemi Covid-19 membuka
              peluang  penyalahgunaan.  Peran  pemerintah  sebagai  pengawas  mesti  diperkuat  untuk
              menghindari  adanya  perusahaan  yang  memanfaatkan  situasi  atau  aji  mumpung  dengan
              memangkas upah pekerja secara semena-mena.



              WASPADA PERUSAHAAN AJI MUMPUNG

              Regulasi baru tentang kelonggaran menyesuaikan upah bagi perusahaan padat karya terdampak
              pandemi  berpotensi  disalahgunakan  dengan  memangkas  upah  secara  sepihak.  Pelonggaran
              diharapkan dapat menjaga kelangsungan usaha.

              Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang penyesuaian besaran upah di industri padat karya
              tertentu  selama  pandemi  Covid-19  membuka  peluang  penyalahgunaan.  Peran  pemerintah
              sebagai pengawas mesti diperkuat untuk menghindari adanya perusahaan yang memanfaatkan
              situasi atau aji mumpung dengan memangkas upah pekerja secara semena-mena.

              Ketentuan  soal  penyesuaian  upah  itu  tertuang  dalam  Peraturan  Menteri  Ketenagakerjaan
              (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Pengupahan pada Industri Padat Karya
              Tertentu dalam Masa Pandemi Covid-19. Regulasi itu ditetapkan pada 15 Februari 2021 dan
              efektif berlaku sampai 31 Desember 2021.

              Permenaker mengatur bahwa perusahaan padat karya tertentu yang terdampak pandemi dapat
              menyesuaikan pemberian upah kepada pekerja. Pada Pasal 3 disebutkan, industri padat karya
              tertentu yang dimaksud harus memenuhi beberapa kriteria. Pertama, mempekerjakan minimal
              200 orang. Kedua, persentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksinya paling sedikit 15
              persen.

              Ketiga, sektor padat karya yang dimaksud adalah industri makanan, minuman, dan tembakau;
              industri tekstil dan pakaian jadi; industri kulit dan barang kulit; industri alas kaki; industri mainan
              anak; dan industri furnitur.

              Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar, Kamis (18/2/2021),
              berpendapat,  ketentuan  dalam  permenaker  yang  terlalu  longgar  dan  tidak  detail  berpotensi
              disalahgunakan  oleh  perusahaan  yang  berniat  memotong  upah  pekerja.  Padahal,  kondisinya
              tidak signifikan terdampak pandemi.

              "Tidak  ada  upaya  melindungi  atau  mempertahankan  kelangsungan  bekerja  bagi  buruh.
              Permenaker ini lebih banyak untuk menjaga kelangsungan usaha," ujar Timboel saat dihubungi
              di Jakarta.

              Menurut  dia,  regulasi  semestinya  mengatur  secara  detail  berapa  persen  upah  yang  boleh
              dipotong  sehingga  pekerja  tetap  mampu  memenuhi  kebutuhan  dan  hak  hidup  layak.
              Pemotongan,  misalnya,  dengan  besaran  persentase  maksimal  30  persen  dari  upah  semula.
              Mekanisme  dan  proses  pemotongan  juga  harus  diatur  detail  untuk  memastikan  perusahaan
              memang signifikan terdampak pandemi.

              Perusahaan seharusnya menginformasikan terlebih dahulu kepada pemerintah daerah sebelum
              merundingkan  pemotongan  upah  dengan  pekerja.  Harus  ada  keterbukaan  dari  perusahaan
              terkait kondisi riil keuangannya. "Supaya ada proses pengawasan dan evaluasi dari pemerintah.

                                                           28
   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34