Page 248 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 26 OKTOBER 2020
P. 248
Debat itu bertujuan untuk saling membandingkan pandangan buruh dengan pandangan
pemerintah terkait Omnibus Law Cipta Kerja, khususnya di klaster ketenagakerjaan.
BURUH TANTANG MENTERI-MENTERI DEBAT PUBLIK SOAL OMNIBUS LAW
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal memberikan ajakan terbuka
kepada Menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju yang turut menyusun Undang-undang (UU)
Omnibus Law Cipta Kerja untuk menggelar debat publik.
Debat itu bertujuan untuk saling membandingkan pandangan buruh dengan pandangan
pemerintah terkait Omnibus Law Cipta Kerja, khususnya di klaster ketenagakerjaan.
"Atau kita debat publik sebelum Pak Presiden tanda tangan (berkas final UU Cipta Kerja).
Menteri-menterinya kita debat publik. Kalau perlu nggak ada batas waktu, atau 2 jam full. Kan
ini ada beberapa referensi, ayo 2 jam full. Silakan hadirkan menteri-menteri terkait, boleh debat,"
kata Said dalam konferensi pers virtual, Sabtu (24/10/2020).
Namun, ia meminta debat publik ini dilakukan dua arah, melainkan dari pihak buruh dan
pemerintah masing-masing punya kesempatan menyampaikan pandangannya.
"Nggak boleh searah. Nanti kalau menteri diundang, orang ini jangan diundang, dan lain-lain.
Nanti takut berdebat sama rakyat," ujar dia.
Said mengaku, serikat buruh sudah 4 kali diundang dalam diskusi klaster ketenagakerjaan UU
Cipta Kerja yang diinisiasi Menko Polhukam Mahfud MD. Sayangnya, diskusi selalu berjalan
searah.
"Pertemuan ke-3 lebih lengkap, ada Mensesneg Pak Pratikno, Kepala KSP Pak Moeldoko, ada
juga Pak Airlangga bahkan di pertemuan ke-4. Kemudian ada juga Bu Ida Fauziyah memaparkan.
Tapi kan lagi-lagi searah, kami sampaikan didengar, kemudian diterima. Bagi kami yang penting
bukan pertemuannya saja, pertemuan itu penting bagi kita buat dialog. Tapi output daripada
pertemuan itu yang kita minta. Kalau hasilnya seperti ini, tentu kami punya untuk menolak,"
tegasnya.
Adapun beberapa poin yang ditolak buruh dalam UU Cipta Kerja totalnya mencapai 10 poin,
antara lain tentang upah minimum, pesangon, outsourcing, pekerja kontrak, dan sebagainya.
Jikalau pemerintah tak mau melakukan executive review melalui melalui Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perppu), maka buruh akan mengambil jalan lain melalui judicial
review.
"Jadi 1 November ada aksi besar-besaran secara nasional, di Jakarta di Istana dan Mahkamah
Konstitusi (MK), kalau tanggal 28 Oktober (UU Cipta Kerja) ditandatangani (Presiden Joko
Widodo). Pada 1 November kita bawa berkas gugatan ke MK. Sampai kapan? Sampai kita
menang dalam proses uji material maupun formil di MK," urainya.
Tak hanya itu, KSPI juga akan meminta legislative review UU Cipta Kerja ke DPR RI.
"Kami minta wakil rakyat, DPR, mengeluarkan legislatif review. UUD 1945 pasal 20, 21, 22A
memperbolehkan, sebagai dasar landasan hukum bahwa DPR bisa melakukan legislatif review.
Kalau produk UU ditolak secara meluas, kita minta DPR untuk mencabut UU tersebut, dalam hal
ini Omnibus Law Cipta Kerja," pungkasnya.
247