Page 60 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 1 OKTOBER 2020
P. 60
SOAL RENCANA MOGOK NASIONAL BURUH, APINDO INGATKAN SOAL SAH
TIDAKNYA MOGOK KERJA
Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia ( Apindo ) mengeluarkan imbauan terkait rencana
mogok nasional yang akan dilakukan pekerja atau buruh menjelang pengesahan klaster
ketenagakerjaan di omnibus law RUU Cipta Kerja. "Apindo mengimbau agar perusahaan anggota
mampu memberikan edukasi kepada pekerja atau buruh terkait ketentuan tentang mogok kerja
termasuk sanksi yang dapat dijatuhkan jika mogok kerja dilakukan tidak sesuai ketentuan
khususnya di UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," kata Ketua Umum Apindo Hariyadi
B. Sukamdani dalam pernyataan di Jakarta, Rabu, 30 September 2020.
Ketentuan mogok kerja diatur dalam Pasal 137 UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Tercatat, mogok kerja adalah hak dasar bagi pekerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan
damai sebagai akibat dari gagalnya perundingan. Ketentuan soal mogok kerja lebih lanjut
dibahas dalam Kepmenakertrans no. 23/2003 Pasal 3 yang mencatat jika mogok kerja dilakukan
bukan akibat gagalnya perundingan, maka mogok kerja tersebut bisa disebut tidak sah.
Pasal 4 Kepmenakertrans tersebut juga mencatat bahwa yang dimaksud gagalnya perundingan
adalah tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang
diakibatkan karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan.
"Di luar hal tersebut, bisa dikatakan mogok kerja yang dilakukan adalah tidak sah dan punya
konsekuensi serta sanksi secara hukum," ujar Hariyadi.
Apindo juga mengutip Peraturan Gubernur DKI Nomor 88 Tahun 2020 Pasal 14 Ayat (1) soal
upaya penanggulangan dan penanganan pandemi Covid-19. Dalam pasal tersebut, tertulis demi
kesehatan bersama, masyarakat umum ataupun karyawan tidak boleh melakukan kegiatan
berkumpul atau bergerombol di suatu tempat.
"Adapun pelanggaran terhadap ketentuan tersebut juga memiliki sanksi sesuai dengan aturan
yang berlaku soal Covid-19," katanya.
"Hal itu khususnya terkait mogok kerja yang sah atau tidak, dan ketentuan tentang
penanggulangan Covid-19 yang saat ini sama-sama kita hadapi," ujar Hariyadi.
Puluhan pimpinan Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja menyepakati untuk mogok nasional
sebagai bentuk penolakan terhadap omnibus law Rancangan Undang-Undangan (RUU) Cipta
Kerja. Mogok nasional rencananya akan dilakukan dengan tertib dan damai selama tiga hari
berturut-turut, mulai 6 Oktober 2020 dan berakhir pada saat sidang paripurna yang membahas
RUU Cipta Kerja tanggal 8 Oktober 2020. Mogok nasional ini rencananya akan diikuti kurang
lebih 5 juta buruh di ribuan perusahaan di 25 provinsi dan 300 kabupaten atau kota. Mogok akan
melibatkan pekerja di sektor industri seperti kimia, energi, pertambangan, hingga logistik dan
perbankan.
Mogok nasional adalah bentuk protes buruh Indonesia terhadap pembahasan RUU Cipta Kerja
yang dinilai lebih menguntungkan pengusaha. Misalnya dibebaskannya penggunaan buruh
kontrak dan outsourcing di semua jenis pekerjaan dan tanpa batasan waktu, dihilangkannya
Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK), hingga pengurangan nilai pesangon. Presiden
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan dasar hukum mogok
nasional ini menggunakan dua UU. Pertama, UU Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (Demonstrasi). Kedua, UU Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. "Para buruh tentu akan mengikuti prosedur dari dua undang-undang
tersebut," kata dia. Sejak awal, kata Iqbal, kelompok buruh meminta agar pelindungan minimal
kaum buruh yang ada di UU Ketenagakerjaan tidak dikurangi. "Tetapi faktanya omnibus law
mengurangi hak-hak buruh yang ada di dalam undang-undang eksisting," kata dia. ANTARA.
59