Page 122 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 OKTOBER 2020
P. 122
12,24% dibanding tahun sebelumnya Sampai pertengahan 2020 ini, total investasi yang masuk
Indonesia sudah mencapai Rp 402,6 triliun dari target Rp 886 triliun.
Tahun ini mungkin agak berat, BKPM mungkin akan mencapai kinerjanya tidak sampai target,
betapapun pasti lebih tinggi dari realisasi investasi 2019 yakni Rp 809,6 triliun. Artinya minat
pengusaha ke Indonesia tetap tinggi dengan UU Ketenagakerjaan (UUK) yang lama yakni UU
Nomor 13/2003.
Dalih berikutnya untuk mengeluarkan Indonesia dari posisi jebakan negara berpenghasilan
menengah rendah (lenver middle Income country) juga tidak beralasan. Terhitung sejak 1 Juli
2020, Bank Dunia mengangkat status Indonesia dari negara loiver
middle income country meijadi upper middle income country. Bank Dunia menggunakan indikator
bahwa PDB atau Gross National Income (GNI) 2019 per kapita naik meivjadi US$ 4.050 dari
sebelumnya US$ 3.840 per kapita, kenaikan PDB tersebut sudah cukup menaikkan posisi
Indonesia satu tingkat lebih tinggi dari posisi fower middle income.
Pertanyaan berikutnya apakah hguan bernegara kita sekedar menuju ke negara dengan PDB
tinggikah?
Apa hebatnya? Taruh misalnya sudah berpenghasilan tinggi, namun menyengsarakan sebagian
kecil rakyat yang tidak mampu berkompetisi, apakah hal ini diterima sebagai ongkos meryadi
negara bergengsi? Bukankah tujuan bernegara adalah kesejahteraan bersama, seluruh rakyat
Indonesia?
Argumentasi kesekian betapa UU Ketenagakerjaan segera diubah karena laporan bahwa UU
tersebut memberatkan pengusaha. Berat mengelola pekerja, berat berkomunikasi dengan
pekerja dan berat membiayai pekerja. Salah satunya keberatan memberikan pesangon saat
pensiun.
Sangat disayangkan jika landasan pengubahan UU Ketenagakerjaan karena keluhan pengusaha
mengenai beratnya memberikan uang pesangon pensiun. Hal ini disebabkan karena sangat
eksklusifnya metodologi pengelolaan dana pensiun yang tidak transparan. Ilmu pengelolaan
dana hanya dikuasai dengan baik oleh para manajer-manajer investasi dan tidak tersosialisasi
sampai ke pengusaha dan pekerja. Jadinya, mengelola dana sepert i tampak sulit, penuh dengan
hitungan rumit, dan akhirnya pengusaha dan pekerja balik konvensional menyiapkan dana
sampai 32,2 kali upah saat pensiun dan akhirnya diklaim memberatkan.
Inilah yang menyebabkan UU Cipta Kerja sebetulnya tidak memenuhi persyaratan sejak dini.
Berdasarkan UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bahwa
setiap RUU sebelum disahkan harus melalui rapat t ingkat I dan tingkat
Pengelolaan Dana Pensiun
Belum pernah rasanya sejak Februari 2020 DPR melakukan rapat komisi, rapat gabungan komisi,
rapat Badan legislasi, rapat Badan Anggaran, atau melakukan rapat Panitia Khusus. Yang
terdengar tiba-tiba DPR melakukan rapat paripurna padahal dalam masa Covid-19 pada 5
Oktober 2020 lalu. Jarak bulan Februari 2020 sampai 5 Oktober 2020 terasa sangat singkat,
karena elemen yang terkait seperti perwakilan pekerja tampak tidak komprehensif dilibatkan.
Oleh sebab itu, UU Cipta Kerja ini tampak sekali terburu-buru dan pasti melanggar UU 12/2011.
Memenuhi hak pekerja dengan membayarkan 32,2 kali upah saat pensiun atau PHK sebetulnya
tidak berat jika pengusaha mengetahui teknik pengelolaan dana. Pekerja mungkin sudah
mendedikasikan diri seluruh usianya sampai kemudian pensiun. Jika masuk usia SLTA sekitar 20
tahun, maka usia pensiun 56 tahun artinya total mengabdi sampai 36 tahun. Sebetulnya tidak
121