Page 135 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 OKTOBER 2020
P. 135
khususnya soal klaster Ketenagakerjaan. Mereka memprotes karena ada banyak pasal di UU itu
yang dianggap merugikan hak-hak kaum pekerja.
Pemerintah juga tak kalah sigap merespons dengan menuding balik bahwa buruh tidak
mendapatkan informasi dengan benar dan komprehensif. Informasi yang mereka terima sangat
distortif dan sepotong-sepotong. Pemerintah bahkan berasumsi informasi distortif tadi kemudian
berkelindan dengan hoax di media sosial disertai provokasi hingga muncullah gelombang protes
itu.
Pemerintah juga membela diri bahwa beleid tersebut dibuat justru untuk menyejahterakan anak
bangsa karena dapat meningkatkan investasi. Jika investasi datang, lapangan kerja baru akan
terhampar luas.
UU Cipta Kerja juga diklaim pemerintah dapat memangkas rantai birokrasi yang sangat panjang
di daerah dan dapat menghilangkan potensi korupsi serta pungli yang sama-sama diperangi oleh
negara ini.
Namun, di tengah situasi yang telanjur kian memanas, barulah pemerintah dan DPR sibuk
'meluruskan' dan mengatur protokol berkomunikasi tentang apa saja yang hendak disasar dari
UU Cipta Kerja. Potongan-potongan poster daring versi DPR dan pemerintah akhirnya
membombardir media sosial.
Klarifikasi itu menyangkut keberatan kaum pekerja seperti pengurangan nilai pesangon dari 32
kali menjadi hanya 25 kali, penetapan upah bagi UMK. Ada pula perihal waktu istirahat dan cuti,
kepastian upah minimum, nasib pekerja alih daya, pekerja kontrak (PKWT), kompensasi PHK
hingga program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Itulah secuil 'drama' yang terjadi hari-hari ini. Kaum pekerja punya keyakinannya sendiri
menafsirkan UU Cipta Kerja, sedangkan pemerintah dan DPR juga punya stand point sendiri.
Semua pihak saling ngotot dan tidak pernah bisa mengalah.
Harian ini menilai ada baiknya seluruh elemen berkomitmen meredakan ketegangan, egoisme,
dan amarah, agar dapat berfikir jernih dan bersikap lebih arif menghadapi polemik ini bersama-
sama. Jalan keluar dengan semangat win-win solution dapat diutamakan. Para pihak yang
bersitegang perlu duduk bersama dengan mengedepankan musyawarah mufakat.
Di tengah pertumbuhan ekonomi nasional yang sulit bergerak lincah saat ini dan meningkatnya
kasus positif Covid-19, kurang elok pula jika kita justru terus saling cakar satu sama lain. Pasti
ada jalan tengah mengakhiri polemik ini.
Rakyat tentu juga menanti sikap bijak Presiden Joko Widodo dalam menengahi kontroversi ini.
Kita juga tak ingin aparat keamanan di lapangan terus berbenturan dengan anak bangsa sendiri.
Memang, usaha pemerintah dan DPR atas semangatnya memperbaiki kondisi birokrasi ekonomi
menjadi lebih baik, melalui UU Cipta Kerja, patut diapresiasi. Namun, telinga kita juga perlu
diasah agar lebih tajam mendengar jeritan hati rakyat bawah yang kini hak-haknya merasa
dibelenggu oleh UU Cipta Kerja.
134