Page 370 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 OKTOBER 2020
P. 370
MENILIK ATURAN BESARAN PESANGON DI OMNIBUS LAW UU CIPTA KERJA
Jakarta - Omnibus Law Cipta Kerja dapat menjadi acuan perusahaan untuk memberikan uang
pesangon minim kepada pegawai yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ). Bahkan,
kebijakan tersebut bisa diterapkan pada pegawai tetap yang telah bekerja selama puluhan tahun.
Potensi itu berada pada Poin 44 Pasal 81 Omnibus Law Ciptaker yang merevisi Pasal 156 (2)
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam beleid baru,
pemerintah memang masih mewajibkan perusahaan membayar uang pesangon dan/atau uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Namun, pemerintah menetapkan batas atas pemberian pesangon untuk 9 kategori pekerja yang
dibagi berdasarkan masa kerja, mulai dari kurang dari 1 tahun hingga lebih dari 8 tahun.
"Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak sesuai
ketentuan sebagai berikut: ...," tulis Poin 44 Pasal 81 Omnibus Law Cipta Kerja, dikutip Kamis
(8/10).
Bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari 1 tahun besaran pesangon maksimal 1 bulan upah,
lebih dari 1 tahun tapi kurang dari 2 tahun 2 maksimal 2 bulan upah, lebih dari 2 tahun tapi
kurang dari 3 tahun maksimal 3 bulan upah, hingga lebih dari 8 tahun maksimal 9 bulan upah.
Konsekuensinya, jika Omnibus Law Cipta Kerja diterapkan, pekerja yang sudah bekerja selama
10 tahun bisa menerima pesangon kurang dari upah per bulannya.
Aturan ini berbeda dari sebelumnya di mana pemerintah hanya mengatur batas bawah dari
masing-masing kategori pekerja.
paling sedikit sesuai ketentuan sebagai berikut: ...," bunyi Pasal 156 (2) UU Ketenagakerjaan.
Dalam ketentuan lama, untuk pekerja dengan masa kerja lebih dari 8 tahun besaran pesangon
paling sedikit 9 bulan upah. Artinya, pekerja yang sudah bekerja selama 10 tahun dengan upah
terakhir Rp5 juta per bulan minimal menerima uang pesangon Rp45 juta.
"Karena UU Ketenagakerjaan dengan pendekatan paling minimal, artinya, pesangon itu tidak
dibatasi masih bisa bertambah. Sedangkan UU Cipta Kerja hanya membatasi jumlah tertentu
tanpa bisa bertambah lagi. Ini bisa dipastikan memuat kepentingan pengusaha," ujar Pakar
Hukum Tata Negara Abdul Fickar Hadjar kepada CNNIndonesia.com, Kamis (8/10).
Secara terpisah, Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Airlangga Hadi Subhan mengaku
heran dengan penerapan batas atas uang pesangon tersebut.
"Memang aneh, pesangon dibatasi batas atas. Padahal, kan bisa saja perusahaan yang besar
akan menambah sukarela jumlah pesangon dari ketentuan minimal," ujarnya.
Dalam revisi Pasal 156 (5) UU Ketenagakerjaan yang diatur Omnibus Law Ciptaker, pemerintah
menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian uang pesangon, uang penghargaan
masa kerja, dan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).
Oleh karenanya, Hadi melihat masih ada harapan untuk memperjelas perubahan aturan Pasal
156 (2) agar dalam penerapannya tidak mengurangi besaran pesangon yang berlaku saat ini.
"Semoga PP menentukan bahwa ketentuan itu dimaksudkan tidak bertambah dan tidak
berkurang," ujar Hadi.
369