Page 152 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 JULI 2021
P. 152
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Konfederasi Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia (FSP TSK-KSPSI) Helmy Salim menambahkan sudah banyak bukti dari laporan
buruh di lapangan yang mengaku bila harus isolasi mandiri di rumah mereka tak mendapatkan
upah.
Buruh akan mengambil risiko untuk tetap bekerja selama gejala COVID-19 belum parah dan
memilih untuk tidak mendeteksinya. Apabila dinyatakan positif COVID-19 tidak akan melapor
kantor.
"Mereka memilih masuk lah mengambil risiko masuk meski sakit, mereka pikir gejala nggak
seberapa kecuali sudah parah banget baru mereka nggak akan masuk. Sudah banyak contoh di
perusahaan, kalau isoman sama seperti dirumahkan tanpa upah," ungkap Helmy.
Buruh juga mengungkapkan bahwa banyak pabrik tidak patuh aturan PPKM Darurat. Cek
halaman berikutnya.
Di mata para buruh PPKM Darurat tidak berlaku. Mereka menilai di pabrik-pabrik tempatnya
bekerja sama sekali tidak menerapkan aturan PPKM Darurat. Semua aturan dan protokol
kesehatan tidak ada yang berlaku di pabrik industri tekstil, garmen, sepatu, dan kulit (TGSL).
Dian mengatakan banyak pabrik di daerah sentra tekstil masih mempekerjakan pekerjanya
100%. Sebagai informasi, dalam aturan PPKM Darurat untuk sektor industri orientasi ekspor
dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal dengan 50% staf di fasilitas produksi/pabrik, serta
10% untuk pelayanan administrasi perkantoran.
"Pada sektor manufaktur TGSL, PPKM nyaris tidak berlaku bagi ratusan ribu atau bahkan jutaan
pekerjanya. Di banyak sentra industri sektor ini misal, Cakung, Tangerang, Subang, Sukabumi,
dan Solo, puluhan pabrik masih beroperasi 100%," ungkap Dian.
Dian mengatakan para pekerja terpaksa untuk tetap bekerja, jika tidak mereka akan kehilangan
pekerjaan. Para pekerja bahkan harus melakukan lembur. Buruknya lagi, protokol kesehatan
sama sekali tidak dilakukan di pabrik.
Untuk hand sanitizer dan fasilitas cuci tangan saja sama sekali tidak disediakan perusahaan.
Belum lagi beberapa fasilitas seperti tes COVID-19 berkala ataupun vitamin untuk menjaga
imunitas para buruh.
"Jutaan pekerja bekerja penuh waktu, bahkan melakukan lembur. Mereka bekerja dalam ruang
tertutup dan padat, tanpa alat pelindung diri baik APD, masker, hand sanitizer, fasilitas mencuci
tangan. Tidak ada juga fasilitas kesehatan memadai seperti klinik, tes COVID-19, atau vitamin
penunjang," papar Dian.
Pengakuan sama diungkap oleh Ketua Bidang Perempuan dan Anak Serikat Pekerja Nasional
(SPN) Sumiyati, menurutnya selama ini pabrik-pabrik sama sekali tidak punya sensitivitas
terhadap COVID-19. Dia menilai operasional berjalan seperti biasa, menurutnya pengusaha tak
mau mengalah dengan PPKM Darurat.
"Kami lihat juga beberapa pabrik operasional berjalan seperti biasa. Mereka nggak mau ngalah
dengan PPKM ini, semua rutinitas seperti biasa. Tidak ada protokol berjalan dengan baik,"
ungkap Sumiyati.
Pengadaan hand sanitizer, masker, hingga suplemen vitamin yang seharusnya didapatkan demi
menjaga keamanan, keselamatan, kesehatan kepada para buruh juga tak pernah diberikan.
Bahkan untuk masker saja, banyak buruh yang menggunakannya secara berulang.
151

