Page 71 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 20 FEBRUARI 2020
P. 71
pekerja, yang menyatakan bahwa pihaknya tidak diikutsertakan dalam proses
pembahasan.
Kahar S Cahyono, ketua departemen komunikasi dan media Konfederasi Serikat
Pekerja Indonesia (KSPI), menilai bahwa RUU Cipta Kerja tidak mencerminkan
keadilan.
Dalam upaya pemerintah dalam memudahkan investasi, kata Kahar, ada tiga prinsip
yang tidak boleh dihilangkan.
"Yang pertama adalah ada kepastian kerja, atau ada job security, yang kedua ada
kepastian pendapatan, atau salary security, yang ketiga ada social security, jadi
jaminan sosial yang layak. Nampaknya ketiga prinsip ini tidak terlihat di dalam RUU
Cipta Kerja," ujar Kahar.
Sementara itu, pengusaha Hariyadi Sukamdani, yang menjabat sebagai Ketua
Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan juga anggota satuan tugas
Omnibus Law, mengatakan bahwa UU Ketenagakerjaan memang sudah waktunya
untuk diperbaharui demi mengkomodir perkembangan kondisi lapangan kerja.
Ia juga menambahkan bahwa perubahan itu perlu demi menciptakan pertumbuhan
perekonomian yang berkualitas dan lebih merata.
"Perekonomian kita tumbuh 5 persen tapi yang menikmati itu sebetulnya hanya
sebagian kecil, sebagian besarnya nggak menikmati," kata Hariyadi kepada BBC
News Indonesia.
Tidak hanya tenaga kerja, tapi juga lingkungan hingga pangan
Pada sektor pertanian, peniliti INDEF Bhima Yidhistira mengatakan Omnibus Law
mendudukkan posisi produksi dalam negeri dan impor setara. Hal ini bertentangan
dengan peraturan sebelumnya.
Ia menjelaskan bahwa UU 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan Petani melarang
mengimpor komoditas pertanian pada saat ketersediaan komoditas pertanian dalam
negeri sudah mencukupi kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan pemerintah.
Pasal-pasal lain, tambahnya, juga mencakup soal ijin lingkungan, dimana
diantaranya termasuk Pengajuan Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang
harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat. Hal ini ia sebut dapat
menjadi perhatian pengusaha yang memberi fokus pada sustainability, atau
keberlanjutan bisnisnya ke depannya.
"Jadi menurut saya, pengusaha dari daerah-daerah maju - Eropa, Jepang, Amerika
Serikat - itu sangat peduli terhadap isu lingkungan. Tapi di dalam Omnibus Law ini
terkesan bahwa justru isu-isu sensitif terkait isu lingkungan itu, itu justru banyak
yang dilonggarkan atas nama kemudahan berusaha padahal itu salah besar," ujar
Page 70 of 185.