Page 264 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 AGUSTUS 2020
P. 264

Abbas mencotohkan penolakan dari kelompok buruh. Ia menyebut penolakan dari mereka hanya
              bersumber pada pemahaman dari sudut pandang kepentingan buruh semata tanpa melihat dari
              sudut  pandang  pengusaha  dan  kepentingan  negara.  Menurutnya,  aturan  yang  ada  saat  ini
              menyulitkan  perusahaan  untuk  merekrut  tenaga-tenaga  lebih  produktif  dengan  keterampilan
              tinggi maupun saat saat terpaksa harus memberhentikan pekerja.

              "Pengusaha juga membutuhkan aturan perburuhan yang tidak terlalu memberatkan," ujarnya.

              Selain  perusahaan,  kata  Abbas,  pemerintah  membutuhkan  lebih  banyak  investasi  dari  para
              pengusaha.  Menurutnya,  investasi  yang  besar  akan  membuat  lapangan  kerja  terbuka  lebih
              banyak.

              "Negara  juga  akan  memperoleh  pemasukan  dari  pajak.  Warga  juga  akan  bisa  bekerja  dan
              memperoleh penghasilan," katanya.

              Oleh karena itu, Abbas mengatakan jika para buruh memahami kepentingan dan manfaat RUU
              Cipta Kerja secara lebih komprehensif, tidak ada alasan kuat buat mereka untuk menolak.

              "Maka buruh sebetulnya tidak perlu takut. RUU itu untuk kepentingan bersama. Tidak mungkin
              pemerintah dan DPR bersekongkol untuk menyengsarakan rakyat," ujarnya.

              Abbas pun optimistis RUU Cipta Kerja bisa diselesaikan sesuai jadwal. Menurutnya, penolakan
              dan perbedaan pendapat dalam pembentukan sebuah peraturan wajar. Ia meminta pemerintah
              dan DPR perlu mendengar dan menyerap keberatan dan kritik tersebut.

              "Tapi  pemerintah  sebaiknya  tetap  konsisten  pada  agenda  dan  target  perbaikan  ekosistem
              investasi, usaha dan ketenagakerjaan untuk memperkuat ekonomi nasional," kata Abbas.

              (ant/dil/jpnn).





































                                                           263
   259   260   261   262   263   264   265   266   267   268   269