Page 137 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 DESEMBER 2021
P. 137

Ia pun menyayangkan keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan karena hal itu akan
              berdampak pada kepastian hukum dalam berinvestasi.
              "Sangat aneh Pak Gubernur menetapkan jilid kedua, mungkin ada jilid ketiga lagi. Ini sekiranya
              yang sangat disayangkan. Kami hanya membutuhkan kepastian hukum, tidak berubah-ubah.
              Bukan masalah naik turunnya tapi dengan perubahan seperti itu jadi kami sebagai pelaku usaha
              kurang bisa memproyeksikan jalannya usaha itu," katanya.

              Adi menuturkan revisi UMP tersebut tentu akan berdampak pada sejumlah kegiatan usaha, mulai
              dari pembelian bahan produksi, proses produksi, manajemen hingga pelayanan.

              "Kiranya Bapak Anies Baswedan tetap berpedoman pada regulasi yang ada, yaitu UU Cipta Kerja
              dan PP 36/2021 tentang Pengupahan," katanya.

              Adi  menambahkan  pihaknya  akan  tetap  mengedepankan  dialog  dengan  serikat  pekerja  dan
              buruh terkait keputusan pengupahan. Hal itu lantaran keputusan revisi yang disampaikan Anies
              Baswedan hanya berdasarkan diskusi dengan satu-dua serikat pekerja saja.

              "Artinya  clear  itu  tidak  memenuhi  prasyarat  tripartit  untuk  ditetapkan  Pak  Anies.  Kami  dari
              pengusaha tetap memedomani yang pertama. Itu yang kami anggap sah sesuai regulasi yang
              ada di Indonesia," pungkas Adi.

              Ia juga menyindir adanya dugaan kepentingan politik di balik revisi upah minimum provinsi DKI
              Jakarta tahun 2022.
              "Apakah revisi ini ada sangkut pautnya dengan kepentingan politik? Oh jelas. Itu jelas," ungkap
              dia.

              Terlebih,  lanjut  Adi,  Anies  Baswedan  beberapa  waktu  sebelumnya  menyurati  Menteri
              Ketenagakerjaan  Ida  Fauziyah  agar  mengubah  formulasi  perhitungan  upah  minimum  DKI
              Jakarta.

              "Padahal  tidak  ada  korelasinya.  Kalau  mau  minta  perbaikan  formula  itu  karena  itu  PP  yang
              ditanda tangani Presiden, langsung saja ke Pak Presiden, kira-kira begitu," katanya.

              Adi menilai dampak revisi UMP DKI Jakarta tahun 2022 dari 0,85 persen menjadi 5,1 persen atau
              naik Rp 225.667 dari UMP 2021, sangat membingungkan kalangan pengusaha.
              Pasalnya, masih menurut dia, hitungan rencana bisnis akan jadi tidak karuan karena kebijakan
              yang berubah-ubah.

              "Investor  dan  kami  sebagai  pelaku  usaha  itu  satu  kata  kuncinya,  kepastian  hukum  dari
              pemerintah. Kepastian itu tidak berubah-ubah, maksudnya. Lha ini Pak Anies berubah-ubah,"
              katanya.

              Adi  mengatakan  mekanisme  penentuan  upah  minimum  provinsi  harus  dilakukan  melalui
              mekanisme  tripartit  yaitu  antara  pemerintah,  pengusaha  dan  pekerja  yang  di  dalamnya  ada
              unsur akademisi dan pakar.


              Kalangan  pengusaha  pun,  lanjut  dia,  hanya  akan  menerima  penetapan  UMP  sebelum  revisi
              karena ditetapkan melalui mekanisme yang sesuai aturan.

              "Penetapan UMP (UMP Jakarta 2022) pertama yang deadline sebelum 21 November itu sudah
              melalui mekanisme yang ada. Pas, sah, kami bisa terima. Tapi kok ada jilid kedua. Jangan-jangan
              nanti mendekati 2024 ada jilid 10 mungkin. Itu yang kami khawatirkan, kan tidak karu-karuan.
              Yang kami persoalkan adalah mekanisme yang tidak benar dilakukan Pak Anies," katanya.

                                                           136
   132   133   134   135   136   137   138   139   140   141   142