Page 228 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 228
Ringkasan
Sejumlah pihak mengkritik Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dipandang dapat merugikan
pekerja atau buruh. Ini khususnya terkait klaster ketenagakerjaan.
Namun demikian, Tri Sasono selaku koordinator Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu,
Gabungan Serikat Pekerja Pelabuhan Indonesia, Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Indonesia,
Koalisi Nasional Serikat Pekerja Indonesia, dan Federasi Serikat Pekerja Mandiri menyatakan,
tidak ada satupun pasal dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja yang merugikan kaum pekerja atau
buruh.
BENARKAH PASAL-PASAL UU CIPTA KERJA RUGIKAN BURUH? INI KATA SERIKAT
PEKERJA BUMN
, JAKARTA - Sejumlah pihak mengkritik Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dipandang dapat
merugikan pekerja atau buruh. Ini khususnya terkait klaster ketenagakerjaan.
Namun demikian, Tri Sasono selaku koordinator Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu,
Gabungan Serikat Pekerja Pelabuhan Indonesia, Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Indonesia,
Koalisi Nasional Serikat Pekerja Indonesia, dan Federasi Serikat Pekerja Mandiri menyatakan,
tidak ada satupun pasal dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja yang merugikan kaum pekerja atau
buruh.
"Kami telah membaca dan mempelajari pasal demi pasal UU Ciptaker untuk klaster
ketenagakerjaaan yang terkait kesejahteraan kaum pekerja," ujar Tri Sasono dalam keterangan
tertulis, Minggu (11/10/2020).
Salah satu yang menjadi sorotan adalah soal kabar upah minimum pekerja yang akan
dihapuskan. Meski begitu, Tri Sasono menyatakan hal tersebut tidak benar.
"Peraturan terkait upah minimum pekerja dalam UU Ciptaker tidak dihapuskan, tetapi
perhitungan tetap mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Pendapatan Pekerja
yang diterima tidak akan turun sama sekali," sebutnya.
Kata dia, terkait hak-hak buruh yang terdampak pemutusan hubungan kerja atau PHK untuk
mendapatkan pesangon UU Ciptaker juga tetap mengatur terkait pesangon, yaitu adanya
kepastian pembayaran pesangon dan korban PHK mendapat tambahan Jaminan Kehilangan
Pekerjaan (JKP).
"Selain itu juga buruh korban PHK mendapatkan fasilitas peningkatan kompetensi atau up skilling
serta diberikan akses ke pekerjaan baru dari pemerintah," terang Tri Sasono .
Berikutnya, terkait jam kerja bagi buruh bahwa dalam UU Ciptaker pengaturan mengenai waktu
kerja mulai dari hari aktif, hari libur, istirahat, hingga hari cuti dalam UU Ciptaker masih sama
seperti UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Begitu juga pemberi kerja dan pengusaha wajib memberikan waktu istirahat bagi pekerja
termasuk untuk beribadah serta memberikan cuti baik untuk melahirkan, menyusui, dan haid
tetap disesuaikan dengan UU 13/2003.
"Sementara yang sifatnya jenis pekerjaan tertentu dan membutuhkan fleksibilitas seperti
pekerjaan director e-commerce dan digitalisasi itu diatur khusus dalam hal jam kerjanya," papar
dia.
227