Page 540 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 540
Beberapa hari telah berlalu sejak UU Cipta Kerja disahkan, Senin (5/10/2020) lalu. Selama itu
pula berbagai upaya meredam kekecewaan publik dilakukan oleh pemerintah, legislatif, bahkan
aparat keamanan.
Salah satu upaya terkini adalah mengerahkan para menteri untuk menjelaskan isi UU Ciptaker,
dua hari lalu (7/10/2020). Dalam forum itu mereka membantah semua informasi yang
disampaikan oleh kelompok penolak.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengendalikan jalannya acara. Ia
memulai dengan penegasan bahwa UU Ciptaker ditujukan untuk memperbaiki iklim usaha dan
membuka lapangan kerja. Ketua Umum Partai Golkar itu membantah bila beleid ini merugikan
pekerja.
"Banyak hoaks yang beredar mengenai ketenagakerjaan tapi saya tegaskan upah minimum tidak
dihapuskan," ucap Airlangga.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengawali klarifikasinya dengan menuding banyak pihak
memelintir klaster ketenagakerjaan di UU Ciptaker. Ia menyatakan pemerintah tetap menjamin
hak buruh dan PKWT (kerja kontrak) bahkan ada tambahan perlindungan berupa kompensasi
bila hubungan kerja berakhir seperti tambahan pasal 61A pada UU 13/2003.
Ia juga menyatakan ketentuan bagi pekerja alih daya atau outsourcing juga dipertahankan
seperti pasal 66. Pemerintah memasukkan prinsip perlindungan pekerja outsourcing sepanjang
objek pekerjaan masih ada.
Politikus PKB itu juga memastikan ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat tetap
dipertahankan mulai dari cuti hamil-menyusui sampai waktu beribadah seperti pasal 79. Ida juga
menegaskan kalau upah minimum tetap dipertahankan berdasarkan pertumbuhan ekonomi atau
inflasi seperti pasal 88.
Ia juga memastikan UU Ciptaker tak melarang buruh berserikat apalagi memperjuangkan
anggotanya. Ida menjelaskan proses pemutusan hubungan kerja tidak dipangkas tetapi
dipertahankan seperti revisi pasal 151. Ida juga menyatakan ada program Jaminan Kehilangan
Pekerjaan (JKP) meski pesangon dipangkas dari maksimal 32 menjadi 25 kali upah seperti revisi
pasal 18 UU 40/2004 dalam UU Ciptaker.
"Jadi tidaklah benar kalau dipangkas ketentuan dan syarat tata cara PHK," ucap Ida.
Pasal yang dijelaskan Ida sebelumnya mendapat kritik dari serikat buruh seperti Konfederasi
Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Banyak yang luput dari pembelaan Ida--berdasarkan naskah terkini yang diunggah di laman
resmi DPR. Batasan waktu dalam pasal 56-57 diubah dan pasal 59 dihapus membuat pekerja
bisa terjebak dalam PKWT terus menerus. Pasal 66 diubah dan membuka kesempatan
outsourcing berlaku bagi urusan core produksi padahal sebenarnya tidak boleh.
Revisi pasal 78 juga malah memperpanjang lembur dari semula 14 jam/minggu menjadi 18
jam/minggu.
Pemerintah juga menghapus pasal 89 yang mengatur upah minimum sektoral. Sebaliknya, ada
sederet tambahan pasal seperti 88E upah minimum padat karya yang berpotensi lebih rendah
dari sektoral.
UU Ciptaker juga menghapus kata "agar jangan ada PHK" dan skema bipatrit pengusaha-serikat
kerja dalam revisi pasal 151 serta menambah pasal 151A yang dapat mempermudah PHK.
539