Page 565 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 565

Pasal-pasal  yang  diubah  dikatakan  memihak  pengusaha  karena  mengurangi  hak-hak  yang
              seharusnya  diterima  pekerja.  Dalam  konteks  waktu  istirahat  misalnya,  pasal  yang  baru
              menghapus istirahat mingguan menjadi 1 hari dalam seminggu. Aturan ini merugikan pekerja
              karena dengan upah yang sama, waktu kerja pekerja justru semakin bertambah.

              Kemudian  terdapat  penghapusan  sanksi  atau  aturan  yang  mencegah  pengusaha  bertindak
              sewenang-wenang dalam UU Cipta Kerja. Misalnya terkait jaminan sosial, terdapat pasal dalam
              UU Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa pengusaha yang tak mengikutsertakan pekerja
              yang terkena PHK karena usia pensiun pada program pensiun wajib memberikan uang pesangon
              sebesar 2 kali, uang penghargaan masa kerja 1 kali dan uang penggantian hak.

              Jika hal tersebut tidak dipenuhi, maka pengusaha dapat terkena sanksi pidana. UU Cipta Kerja
              menghapus  sanksi  pidana  tersebut.  Tentu  hal  ini  dapat  menyebabkan  tindakan  pengusaha
              menjadi sewenang-wenang di masa depan, dan sekaligus ini berdampak pada hilangnya hak
              pekerja atas uang penggantian hak.

              Pasal-pasal perubahan tersebut menghasilkan ketidakseimbangan dalam perlindungan hukum
              terhadap pekerja. Dewasa ini, persoalan seperti kemiskinan tidak terjadi begitu saja, melainkan
              ada faktor lain yang menyebabkan bahwa masyarakat sulit keluar dari jurang kemiskinan.

              Kondisi ini adalah apa yang sering dikenal dengan istilah kekerasan struktural. Konsep mengenai
              kekerasan struktural diperkenalkan oleh seorang sosiolog dan ahli matematika asal Norwegia,
              Johan Galtung, yang melihat bahwa kekerasan struktural merujuk pada frasa "  the absence of
              social justice  ". Dengan kata lain, kekerasan stuktural terjadi ketika ketidakadilan sosial terjadi
              dimana-mana.

              Ia  menguraikan  bahwa  persoalan-persoalan  seperti  kemiskinan,  ketidaksetaraan  hak,  dan
              lemahnya perlindungan serta penegakan hukum merupakan kondisi-kondisi yang diciptakan oleh
              mereka  yang berada  dalam  struktur,  terutama  dalam  struktur  pemerintahan.  UU  Cipta  kerja
              dalam konteks ini merupakan wujud dari ketidakadilan sosial yang diciptakan oleh DPR, yang
              merupakan Lembaga legislatif dalam pemerintahan.
              Regulasi yang berat sebelah ibarat sebuah dinding yang besar dan kokoh, yang sulit dilalui oleh
              mereka yang tidak memiliki tangga yang memadai, sehingga masyarakat menengah ke bawah
              pada  akhirnya  terjebak  di  balik  dinding  tersebut.  Galtung  mengatakan  bahwa  cara  untuk
              mengatasi kekerasan struktural ialah dengan menciptakan keadilan sosial, yang dalam analogi
              ini diibaratkan sebagai sebuah palu dan peralatan lain yang dapat digunakan untuk merobohkan
              dinding tersebut.


























                                                           564
   560   561   562   563   564   565   566   567   568   569   570