Page 691 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 12 OKTOBER 2020
P. 691
RUU Cipta Kerja merupakan RUU yang diusulkan Presiden Jokowi dan merupakan bagian dari
RUU Prioritas Tahun 2020 dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2020.
Jauh sebelum disahkan, pemerintah bergerak cepat meloloskan RUU Cipta Kerja. Pada Februari
2020, pemerintah mengklaim telah melakukan roadshow omnibus law RUU Cipta Kerja di 18 kota
di Indonesia untuk menyerap aspirasi masyarakat.
Segera setelah draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja rampung ada awal tahun 2020, pemerintah
langsung mengirimkan draf RUU ke DPR. Sehingga draf RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
bisa masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.
Presiden Jokowi mengirimkan draf RUU Cipta Kerja kepada DPR pada 7 Februari 2020. Sebagai
informasi, pemerintah menyusun 11 klaster pembahasan dalam draf RUU Omnibus Law Cipta
Lapangan Kerja.
Klaster tersebut terdiri dari, penyederhanaan perizinan berusaha, persyaratan investasi,
ketenagakerjaan, kemudahan pemberdayaan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset
inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek
pemerintah, dan yang terakhir kawasan ekonomi.
RUU ini baru mulai dibahas DPR pada 2 April 2020 dalam Rapat Paripurna ke-13. Selama di
parlemen, proses pembahasannya relatif berjalan mulus. Untuk meloloskan RUU Cipta Kerja
menjadi UU Cipta Kerja, anggota dewan sampai rela melakukan rapat maraton.
Dalam kesempatan yang sama, Ida juga membantah bahwa UU Omnibus Law Cipta Kerja atau
UU Cipta Kerja menghilangkan hak cuti pekerja seperti cuti haid dan melahirkan.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menegaskan, bahwa waktu istirahat dan cuti itu tetap
diatur seperti di UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Memang tidak diatur di Undang-Undang Cipta Kerja. Artinya kalau tidak dihapus berarti undang-
undang yang lama tetap eksis, namun undang-undang ini memerintahkan untuk pengaturan
lebih detailnya di peraturan pemerintah (PP)," kata Ida.
Namun, dalam penjelasannya, Ida justru tak menjelaskan terkait apakah perusahaan masih
harus diwajibkan membayar upah penuh selama cuti haid dan melahirkan.
Skema no work no pay atau lebih dikenal unpaid leave selama ini jadi kekhawatiran para pekerja,
khususnya pekerja perempuan, apakah diterapkan di UU Cipta Kerja atau sebaliknya tetap
mengacu pada aturan lama di UU Ketenagakerjaan.
Ida menjelaskan, bahwa waktu kerja bagi pekerja tetap mengikuti ketentuan dari UU
Ketenagakerjaan meliputi tujuh jam sehari dan 40 jam satu pekan untuk enam hari kerja dalam
satu pekan.
Selain itu tetap diatur juga ketentuan waktu kerja delapan jam sehari dan 40 jam satu pekan
untuk lima hari kerja dalam satu pekan. Terkait lembur, ia memastikan waktu kerja tetap diatur
maksimal empat jam dalam satu hari.
Ida mengatakan bahwa UU yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin
(5/10/2020) itu juga mengakomodir pekerjaan yang sifat dan kondisinya tidak dapat mengikuti
sepenuhnya ketentuan yang sebelumnya sudah tertuang di UU Nomor 13 Tahun 2003.
"Misalnya sektor ekonomi digital yang waktu kerja sangat fleksibel. Kalau di UU sebelumnya tidak
mampu mengakomodasi jenis pekerjaan baru, waktu pekerjaan yang fleksibel maka di UU ini
jawabannya," tegas Ida.
690