Page 13 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 OKTOBER 2020
P. 13
Yang pasti, masuknya dua program itu bakal membuat defisit; anggaran semakin membesar.
Kondisi ini jelas memaksa pemerintah untuk kembali bergegas mencari siasat guna menutup
defisit. Mengandalkan pendapatan negara, termasuk dari sektor perpajakan rasanya juga sulit di
tengah ketidakpastian ekonomi yang masih tinggi akibat pandemi.
Kondisi suram ini bahkan diprediksi berlanjut hingga tahun depan, sehingga membayangi target-
target pemerintah dalam APBN. Kombinasi LPI dan JKP plus ketidakpastian ekonomi ini jelas
menunjukkan adanya kenaikan risiko fiskal yang bisa memperlebar defisit anggaran 2021.
Revisi APBN
Nah, untuk mengantisipasi, pemerintah akhirnya membuka peluang melakukan revisi APBN
2021. "APBN ini kan dirancang dinamis dan sangat memperhatikan dinamika yang ada, jadi ada
keleluasaan merevisi," ujar Yustinus.
Dalam revisi nantinya, pemerintah bakal mencari siasat guna menutup potensi pelebar an defisit
anggaran yang sudah di depan mata. Pemerintah sendiri telah menetapkan target defisit
anggaran 2021 sebesar Rp 1. 006,4 triliun atau 5,70% dari produk domestik bruto (PDB).
Asumsi defisit itu diperoleh dari selisih antara penerimaan dikurangi belanja negara. Asal tahu
saja, pemerintah menargetkan penerimaan di APBN 2021 sebesar Rp 1743,6 triliun. Sementara
belanja negara sebesar Rp 2. 750 triliun.
Asumsi defisit itu pun disusun dengan target penerimaan negara yang sangat optimistis.
Pasalnya, kalau kita cermati, rasio penerimaan perpajakan
terhadap pendapatan negara dipatok sebesar 82,8% atau Rp 1. 444,5 triliun di APBN 2021.
Lebih tinggi dari rata-rata rasio perpajakan sebelum adanya Covid-19 yang berada di kisaran
80%. Rasio itu pun didapat dari penerimaan perpajakan yang belum pernah mencapai target
"Dari 2017 belum mencapai target, apalagi di masa Covid-19 saat ini," ujar Sekretaris Jenderal
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Misbah Hasan.
Tahun ini saja, proporsi penerimaan peipajakan baru 46,9% dari pendapatan negara hingga
Agustus 2020. Artinya, penerimaan pajak dari Janu-ari-Agustus 2020 hanya 6,7% per bulan.
"Sehingga perkiraan kami penerimaan perpajakan hanya 73,7%," jelasnya.
Kondisi tahun depan tidak jauh berbeda mengingat kondisi ekonomi masih sulit, Alhasil, bila
APBN 2021 tak direvisi, maka target shortfall, yakni selisih kurang antara realisasi dan target
penerimaan pajak akan semakin besar.
Ekonom Center of Reforrn on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyatakan,
belajar dari episode krisis sebelumnya, proses pemulihan penerimaan perpajakan masih
memerlukan waktu recover lebih lama dibandingkan pertumbuhan ekonomi.
Artinya, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sudah recover di tahun depan, tidak serta merta
diikuti dengan proses recovery perpajakan. Pasalnya, sektor industri yang menjadi salah satu
penyumbang pajak terbesar masih akan belum pulih secara cepat.
Nah, di saat penerimaan belum maksimal, otomatis defisit, anggaran semakin meningkat. Core
memperirakan, defisit anggaran 2021 akan berada di kisaran Rp 1. 100 triliun sampai Rp 1. 200
triliun. "Itu pun dengan asumsi pemerintah tidak melakukan pembahan komposisi belanja," ujar
Yusuf.
Artinya, prediksi itu belum memperhitungkan alokasi anggaran baru untuk LPI maupun JKP. Nah,
dengan masuknya kebutuhan anggaran kedua porgram itu jelas akan ada perubahan pada
komposisi belanja. Sehingga, defisit anggaran bisa lebih dari itu.
12