Page 14 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 OKTOBER 2020
P. 14
Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, jurus andalan pemerintah dalam menutup defisit selalu
bersumber dari utang. Seiring dengan potensi defisit yang semakin membesar, jumlah utang
pemerintah dipastikan bakal meningkat.
Pada tahun 2021 mendatang, pemerintah menargetkan rasio utang sebesar 41,09% terhadap
PDB. Nilai tersebut meningkat dibanding tahun ini yang dipatok sebesar 37,6% dari PDB.
Adapun pembiayaan utang ditargetkan sebesar Rp 1. 177,35 triliun. "Target belanja utang itu
tidak realistis dan perlu revisi," ujar Direktur Eksekutif Indef, Ahmad Tauhid.
Dalam proyeksi Indef, rasio utang di 2021 bisa mengalami kenaikan 43%-47% dari PDB. Untuk
menekan rasio utang, pemerintah perlu melakukan renegosiasi utang khususnya bilateral dan
multilateral.
Apabila tidak dilakukan, maka pemerintah perlu mewaspadai terjadinya fluktuasi nilai tukar- di
2021. Hal ini dapat menjadi tambahan beban bagi kewajiban pembayaran bunga dan pokok
utang jatuh tempo.
Over ambisius
Bukan saja soal target defisit dan penerimaan negara, target pertumbuhan ekonomi dan asumsi
makro lainnya yang ditetapkan dalam APBN 2021 juga harus direvisi. "Terlalu muluk-muluk,"
ujar Tauhid.
Sebut saja penetapan pertumbuhan ekonomi yang sebesar 5%. Ini menjadi proyeksi yang terlalu
ambisius di tengah resesi ekonomi dan pandemi.
Ironisnya, alokasi dana dalam APBN 2021 juga tidak fokus pada penanganan pandemi Covid-19
dan pemulihan ekonomi. Padahal, dua hal itu menjadi kunci utama dalam mencapai target
pertumbuhan ekonomi di tahun depan.
Hal ini bisa dilihat dari alokasi anggaran kementerian/lembaga yang banyak salah sasaran.
Contohnya, anggaran Kementerian Perindustrian (Kemperin) tahun depan yang hanya Rp 3,1
triliun, sangat kecil jika dibandingkan anggaran kementerian strategis lainnya.
Padahal, pemerintah mendorong agar reindustrialisasi bisa menjadi salah satu pendorong
pertumbuhan ekonomi tahun depan. Sebagai penanggung jawab program reindustrialisasi,
alokasi dari sisi anggaran harusnya lebih besar.
"Perhatian harusnya diberikan pada Kemperin sebagai upaya mendorong ekonomi di tahun
depan," ujar Yusuf.
Pemerintah justru menambah alokasi anggaran infrastruktur dari Rp 281,1 triliun pada 2020
menjadi Rp 414 triliun. Begitu juga anggaran Kementerian Pertahanan naik jadi Rp 137 triliun
dari Rp 117,9 triliun tahun ini. Sementara Polri naik dari Rp 92,6 triliun menjadi Rp 112,1 triliun.
Tak heran bila tiga K/L itu menjadi pos anggaran terbesar dalam APBN 2021. Padahal,
infrastruktur tidak berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi dalam waktu dekat. Begitu
pula dengan keamanan dan ketertiban.
Ironisnya, anggaran bantun sosial bansos 2021 justru turun menjadi Rp 161 triliun dari tahun ini
yang mencapai Rp 174 triliun. Di sisi lain, anggaran kesehatan dipangkas dari Rp 212,5 triliun
(2020) meryadi Rp 169,7 triliun (2021). "Tentu ini tidak selaras dengan upaya pemerintah
mendongrak daya beli masyarakat," cetusnya.
13