Page 210 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 MARET 2021
P. 210

Syaratnya harus mempunya dana kelolaan minimal Rp1,5 triliun. Lebih jauh Roy Sembel
              memaparkan, data portofolio saham BP Jamsostek diinvestasikan pada saham-saham
              LQ-45.

              Itu artinya isi portfolio sahamnya dominan terdiri dari saham-saham berkapitalisasi pasar

              besar dan relatif likuid. Tidak perlu diragukan lagi tentang saham-saham LQ-45.

              Penurunan dan kenaikan harga saham sangat tergantung pada perkembangan pasar
              modal di Indonesia.

              "Kerugian yang terjadi (yang masih belum direalisasikan atau disebut unrealized loss)
              masih  sejalan  dengan  perkembangan  pasar  saham  Indonesia  hal  itu  tercermin  dari
              pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terdampak krisis pandemi dan
              resesi ekonomi," tambah dia.


              Bukti menunjukkan, lanjut Roy Sembel, unrealized loss-nya naik turun sesuai dengan
              naik turunnya IHSG. Pada saat IHSG di level 5.979 (31 Desember 2020) unrealized loss
              mencapai  Rp22,308  triliun,  tapi  ketika  IHSG  di  level  6.429  (20  Januari  2021)  lalu,
              unrealized loss nya menurun menjadi Rp14,417 triliun atau 2.91% dari total portofolio
              Rp495 triliun yang mayoritas disebabkan penurunan kinerja emiten BUMN. Naik turun
              akan terjadi sesuai dengan pergerakan harga saham.


              "Bukan tak mungkin, ketika IHSG di level 7.000, bukan unrealized loss, tapi bisa berbalik
              arah menjadi unrealized gain. Hal ini bisa dilihat naik turunnya potensial loss itu sangat
              tergantung dari pergerakan IHSG. Ada banyak faktor yang menyebabkan naik turunnya
              harga saham, namun yang paling penting sahamnya likuid dan mempunyai kapitalisasi
              pasar  yang  besar  dan  hal  itu  yang  menjadi  portofolio  saham  BPJS-TK,"  tegas  Roy
              Sembel.

              Dia menambahkan, temuan itu berbeda dengan kerugian portofolio investasi pada kasus
              Jiwasraya.  Portofolio  saham-saham  Jiwasraya,  termasuk  golongan  saham  kualitas
              rendah,  tidak  likuid  dan  mempunyai  kaplitalisasi  pasar  yang  kecil.  Banyak  orang

              menyebut saham-saham "gorengan".

              "Jelas  hal  ini  berbeda,  meski  tampak  sama.  Banyak  perbedaan  riil  antara  kerugian
              Jiwasraya yang sudah realized loss dengan unrealized loss seperti di BP Jamsostek. Hal
              yang  mendasar  terjadi,  seperti  persyaratan  pemilihan  manager  investasi.  Di  BP
              Jamsostek sangat ketat, sementara di Jiwasraya longgar," katanya.

              Ada perbedaan, lanjut Roy Sembel, dari sisi alokasi aset. Misalnya, porsi saham dan
              reksadana di Jiwasraya lebih dari 91% (31 Desember 2019). Sementara di BP Jamsostek

              pada 31 Desember 2020 lalu hanya 23,56% untuk porsi saham dan reksadana.

              Dari  data  itu  jelas  terlihat  bahwa  strategi  alokasi  aset  berbeda  di  antara  keduanya.
              Kondisi makin nyata ketika menengok portofolio saham Jiwasraya dengan BP Jamsostek.
              Seperti  diulas  sebelumnya,  portofolio  saham  BP  Jamsostek  termasuk  saham  kualitas

                                                           209
   205   206   207   208   209   210   211   212   213   214   215