Page 73 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 DESEMBER 2020
P. 73

Selain itu peraturan ini bertentangan dengan UU No.18/2017 karena tidak menyerap aspirasi
              dari masyarakat sipil yang dalam beberapa pertemuan terakhir dengan pemerintah dan swasta
              telah menyepakati biaya penempatan tidak melebihi dari satu kali upah.

              Hal ini merujuk pada peraturan di negara tujuan penempatan, seperti Hong Kong, yang rata-
              rata mengatur biaya penempatan sebesar satu kali upah.

              Peraturan ini juga membebankan biaya penempatan terkait sertifikat kompetensi kerja kepada
              pemerintah  daerah.  Hal  tersebut  bertentangan  dengan  UU  No.23/2014  tentang  Pemerintah
              Daerah yang mengatur bahwa sertifikasi kompetensi bukan menjadi urusan pemerintah daerah,
              melainkan berada di pemerintah pusat.

              Aturan tentang biaya penempatan ini menjadi tumpang-tindih karena saat ini Peraturan Menteri
              Koordinator  Perekonomian  No.11/2017  tentang  Pedoman  Pelaksanaan  Kredit  Usaha  Rakyat
              masih berlaku.

              Isinya mengatur mengenai jumlah pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) penempatan Tenaga
              Kerja Indonesia disesuaikan dengan struktur biaya. Biaya ini mencakup pengurusan dokumen
              jati diri, pemeriksaan kesehatan dan psikologi, pelatihan kerja dan sertifikasi kompetensi kerja,
              biaya lain-lain yang ditetapkan kementerian/lembaga.

              Monopoli Dalam penempatan pekerja migran, terdapat pula peraturan yang mengarah kepada
              praktik monopoli. Hal ini tertuang pada Kepmenaker No.291/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan
              Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di Kerajaan Arab Saudi melalui Sistem
              Penempatan Satu Kanal.

              Sistem  penempatan  ini  mengindikasikan  monopoli  karena  salah  satu  pasalnya  mensyaratkan
              bahwa  perusahaan  penempatan  pekerja  migran  Indonesia  (P3MI)  yang  akan  menempatkan
              calon pekerja harus dari asosiasi yang mewakili Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN).

              Padahal, dalam UU No.18/2017 telah diatur bahwa P3MI adalah penyelenggara penempatan
              pekerja migran. Akibatnya akan berdampak pada persaingan usaha yang tidak sehat.

              Regulasi negara lainnya yang tidak peka terhadap pelindungan pekerja migran Indonesia adalah
              Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang menghapus ketentuan tentang Surat Izin Perusahaan
              Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI) dan digantikan dengan Perizinan Berusaha yang
              tidak dirinci lebih lanjut.

              Omnibus Law membuat P3MI tidak lagi harus memenuhi persyaratan, seperti modal Rp5 miliar,
              deposito  sebesar  Rp1,5  miliar,  rencana  kerja  penempatan  dan  pelindungan  pekerja  migran
              selama tiga tahun, memiliki sarana dan prasarana pelayanan penempatan pekerja migran.

              Akibatnya,  pelindungan  pekerja  migran  menjadi  rentan  dan  mengarah  kepada  tindak
              perdagangan orang karena setiap badan usaha yang tidak memenuhi persyaratan SIP3MI, dapat
              menempatkan pekerja migran tanpa memperhatikan aspek pelindungan.

              Dampaknya,  penempatan  pekerja  migran  dapat  dilakukan  oleh  badan  usaha  yang  hanya
              bermodalkan izin usaha. Padahal modal deposito serta ketentuan sarana dan prasarana yang
              diatur  pada  SIP3MI  adalah  bertujuan  untuk  mempersiapkan  kompetensi  kerja  calon  pekerja
              migran dan sebagai jaring pengaman bila terjadi kasus pelanggaran hak pekerja.

              Melihat kondisi kebijakan yang carut-marut ini, maka sudah saatnya negara berbenah diri dengan
              melakukan  harmonisasi  kebijakan  yang  berpihak  pada  pekerja  migran.  Ini  semua  untuk
              melindungi  mereka  dari  praktik  perdagangan  orang  dan  mengurangi  pengangguran  dengan
              pemerataan kesempatan kerja untuk kepentingan nasional.


                                                           72
   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77   78