Page 323 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 22 OKTOBER 2020
P. 323
BICARA SOAL OMNIBUS LAW UU CIPTA KERJA, MOELDOKO: JANGAN JADI BANGSA
YANG TERPENJARA MASA LALU
Omnibus Law UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan pada awal Oktober 2020 ini menimbulkan
banyak kontroversi hingga demonstrasi besar di sejumlah daerah. Namun, hal ini tak
menyurutkan langkah pemerintah melanjutkan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Padahal,
demonstrasi masih terus berlangsung meski tak sebesar sebelumnya. Kepala Kantor Staf
Kepresidenan ( KSP ) Moeldoko meminta masyarakat untuk menerima Omnibus Law UU Cipta
Kerja dan jangan terlalu nyaman dengan aturan di masa lampau.
"Negara ini bukan hanya memikirkan buruh semata, tetapi negara juga memikirkan bagaimana
nasibnya orang-orang yang di depan mata kita butuh pekerjaan," tegas dia dikutip Pikiran-
Rakyat.com dari kanal YouTube Indonesia Lawyer Club.
Menurut Moeldoko , besarnya orang yang membutuhkan lapangan pekerjaan tersebut dapat
dilihat dari pendaftar kartu prakerja.
"Tiga hari yang lalu baru 33 juta, sekarang sudah 34,2 juta, maknanya apa? Maknanya banyak
orang yang memerlukan pekerjaan," tutur mantan Panglima TNI itu.
Omnibus Law UU Cipta Kerja diklaim akan memberikan kepastian hukum yang lebih kuat
daripada peraturan sebelumnya. Undang-undang 'sapu jagat' ini juga disebut-sebut sebagai
'usaha pemerintah mencari titik keseimbangan baru'.
"Kita tidak boleh stagnan dalam sebuah situasi. Kita harus berubah menghadapi situasi karena
tantangannya juga berubah," ujar Moeldoko .
Ia pun mengatakan bahwa ada lima hal yang harus dimiliki Indonesia jika ingin menjadi negara
ideal.
"Satu, memiliki kedaulatan. Yang merdeka!" tutur Moeldoko .
"Berikutnya, dia tidak terpenjara oleh masa lalu. Kita sudah tahu persis bahwa regulasi yang
tumpang tindih itu perlu disederhanakan!" jelasnya.
"Masa kita menikmati? Kita harus beranjak dari situ, keluar dari situ! Berpaling dari situ! Enggak
boleh kita terpenjara oleh masa lalu," sambungnya.
Moeldoko mengklaim semua pihak merasakan dan mengeluhkan efek dari regulasi yang tumpang
tindih. Ia pun merasa aneh ketika pemerintah mencoba menyelesaikan masalah tersebut, publik
malah menolaknya mentah-mentah.
"Kok menjadi begini? Kok begitu paradoks bangsa ini?" tanyanya.
Selain itu, Moeldoko menyebut Indonesia harus menjadi bangsa yang mandiri tetapi ' acceptable
dengan berbagai hal baru dari luar sekalipun'.
"Berikutnya, terbuka untuk perbaikan. Kita harus menjadi bangsa yang terbuka. Enggak boleh
kita terlalu yakin, 'Kita cukup seperti ini'," tegasnya.
Terakhir, ia pun menyebut bangsa Indonesia harus memiliki passion alias gairah terhadap
keindonesiaannya.
"Ini lima hal yang menurut saya sangat cocok, ya. Perlu kita pikirkan dan renungkan bersama
agar bangsa ini betul-betul bisa memperbaiki dirinya menuju sesuatu yang bagus," pungkas
Moeldoko .***.
322