Page 105 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 26 FEBRUARI 2021
P. 105
SERIKAT BURUH BAKAL DEMO TOLAK ATURAN TURUNAN UU CIPTA KERJA
Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengungkapkan serikat buruh menolak
empat aturan pelaksana UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Untuk itu, mereka akan
melakukan aksi demonstrasi secara damai guna menolak regulasi tersebut.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan serikat buruh menolak empat aturan meliputi PP Nomor
34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dan PP Nomor 35 Tahun 2021
tentang tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, Hubungan Kerja dan
Waktu Istirahat.
Selanjutnya, PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan PP Nomor 37 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
"Terakhir, tentu aksi dalam waktu dekat ini dengan protokol kesehatan yang ketat akan kami
lakukan untuk menolak empat PP tersebut," ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (25/2).
Ia menjelaskan alasan buruh menolak PP tentang Pengupahan lantaran variabel baru
perhitungan upah tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Dalam aturan baru, pemerintah
menggunakan sejumlah variabel baru seperti, paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja,
dan median upah, dan anggota rumah tangga (ART) yang bekerja. Selain itu, skema baru
membuka opsi penggunaan satu variabel saja antara pertumbuhan ekonomi atau inflasi.
"Jadi kami tolak itu variabel baru yang aneh-aneh, seolah mau pintar yang menyusun pp ini tapi
tidak mengerti masalah. Jadi, begitu di lapangan tidak bisa diterapkan," ujarnya.
Selain itu, ia mempertanyakan keputusan pemerintah menghapuskan Komponen Hidup Layak
(KHL) dalam skema perhitungan upah. Padahal, menurutnya KHL merupakan indikator yang
lebih mendekati kondisi nyata buruh sehari-hari.
"Kalau hanya inflasi atau pertumbuhan ekonomi, inflasi itu kan penyesuaian harga, berarti tidak
ada kenaikan upah terus buruh-buruh sudah kerja 10 tahun dengan upah minimum, apakah dia
tetap punya hak dapatkan value added (nilai tambah)," katanya.
Sementara itu, buruh menolak PP tentang JKP lantaran iuran program tersebut diambil dari
program lainnya yakni Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). Said
mengaku khawatir skema tersebut akan mengurangi manfaat program JKK dan JKM.
"Iuran JKP diambil dari JKK dan JKM, betul seolah-olah buruh tidak bayar dan pengusaha tidak
bayar. Logikanya, kalau satu program diambil iurannya maka manfaat atau benefit program itu
turun tidak? Ya pasti turun," ucapnya.
Ia juga meyakini pemerintah ke depan akan menaikkan iuran program jaminan sosial di BPJS
Ketenagakerjaan dampak dari JKP. Pasaknya, ia memperkirakan dana JKK dan JKM tidak mampu
menanggung klaim kepada buruh setelah dikurangi dananya untuk JKP.
Terlebih, apabila terjadi banyak PHK akibat pandemi covid-19 sehingga kebutuhan dana JKP
meningkat.
"Kalau ini tidak cukup akibat pandemi dari mana (dananya) ya naikin iuran. Sama seperti Menteri
Keuangan ketika uang negara tidak cukup untuk PBI apa yang dilakukan BPJS Kesehatan, ya
menaikkan iuran, jadi ini semacam pemanis saja," ucapnya.
Sementara itu, KSPI juga memberikan catatan pada PP tentang Penggunaan TKA.
Pertama, TKA bisa bekerja di Indonesia hanya dengan memiliki Rencana Penggunaan Tenaga
Kerja Asing (RPTKA) yang disahkan oleh menteri atau pejabat dan diajukan secara daring.
104