Page 101 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 NOVEMBER 2020
P. 101

PEMERINTAH ANGGARKAN RP6 TRILIUN UNTUK JAMINAN KEHILANGAN
              PEKERJAAN, CUKUPKAH?
              JAKARTA  --  Pemerintah  menganggarkan  paling  sedikit  Rp6  triliun  untuk  program  Jaminan
              Kehilangan  Pekerjaan  atau  JKP,  sebagai  subsidi  pesangon  bagi  masyarakat  yang  kehilangan
              pekerjaan. Di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK, cukupkah dana tersebut?
              Presiden Joko Widodo mengesahkan Undang-Undang (UU) 11/2020 tentang Cipta Kerja pada
              Senin (2/11/2020). Aturan yang diwarnai kontroversi itu memuat program baru dari jaminan
              sosial ketenagakerjaan yakni JKP, yang berfungsi sebagai 'pengganti' sebagian dana pesangon.

              Jokowi  menetapkan  bahwa  pemerintah  akan  menyuntikkan  paling  sedikit  Rp6  triliun  kepada
              Badan  Penyelenggara  Jaminan  Sosial  (BPJS)  Ketenagakerjaan  atau  BP  Jamsostek  selaku
              pelaksana program JKP. Suntikan dana dapat dilakukan karena omnibus law mengubah salah
              satu poin dalam UU 24/2011 tentang BPJS, yakni mengenai modal awal pelaksanaan jaminan
              sosial.

              "Modal  awal  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  41  ayat  (1)  huruf  a  untuk  program  JKP
              ditetapkan paling sedikit Rp6 triliun yang bersumber dari [Anggaran Pendapatan dan Belanja
              Negara] APBN," tertulis dalam beleid tersebut.

              Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mempertanyakan kecukupan dana Rp6 triliun
              itu untuk pelaksanaan program JKP. Saat ini memang belum ada Peraturan Pemerintah (PP)
              sebagai aturan teknis program JKP, tetapi jika secara garis besar dana itu menurutnya belum
              cukup untuk memberikan manfaat bagi peserta.

              Menurut  Timboel,  sebelumnya  pemerintah  menyampaikan  bahwa  program  JKP  akan
              memberikan manfaat dana tunai selama enam bulan kepada pekerja yang terkena PHK. Manfaat
              itu menurutnya akan membebani keuangan BPJAMSOSTEK karena badan tersebut tidak menarik
              iuran untuk program JKP.

              "Memang  kita  harus  menunggu  PP  itu,  nilai  dana  tunainya  [yang  diterima  pekerja]  berapa.
              Apakah  ketika  ter-PHK  saya  dapat  [gaji]  maksimal  selama  enam  bulan  itu?  Tapi  kita  dapat
              bayangkan bahwa jumlah PHK terus meningkat selama masa pandemi Covid-19," ujar Timboel
              kepada Bisnis, Rabu (4/11/2020).

              Jika  manfaat  JKP  yang  diberikan  itu  sebesar  jumlah  penghasilan  bulanan  peserta,  Timboel
              meyakini  bahwa  dana  Rp6  triliun  akan  terserap  dengan  cepat.  Adapun,  jika  manfaat  yang
              diterima itu di bawah penghasilan peserta atau terdapat batasan tertentu, dikhawatirkan tidak
              membantu kondisi keuangan pekerja terkena PHK.

              Kekhawatiran Timboel tersebut mengacu kepada besarnya jumlah PHK selama masa pandemi
              Covid-19  yang  masih  berpotensi  terus  bertambah.  Kementerian  Ketenagakerjaan  mencatat
              bahwa hingga Juli 2020 sudah terdapat 3,6 juta pekerja yang terkena PHK.

              Capaian angka itu terjadi dalam empat bulan masa pandemi Covid-19 di Indonesia, tetapi sudah
              melebihi jumlah PHK dalam beberapa tahun ke belakang. Kemenaker mencatat bahwa jumlah
              PHK tertinggi sebelumnya ada pada 2014, sekitar 77.700 orang.


              Selain  dari  aspek  manfaat  peserta,  Timboel  pun  meragukan  keberlanjutan  program  JKP  jika
              bergantung kepada dana Rp6 triliun. Alokasi dana tersebut menurutnya kecil jika dibandingkan
              dengan banyaknya masyarakat yang kehilangan pekerjaan.

              UU Cipta Kerja memang mengatur tiga sumber dana JKP, yakni modal awal pemerintah senilai
              Rp6 triliun itu, rekomposisi iuran program jaminan sosial lainnya, dan/atau dana operasional
              BPJAMSOSTEK.  Namun,  menurut  Timboel,  gangguan  keberlanjutan  JKP  justru  bisa  turut
              mengancam keberlanjutan BP Jamsostek jika opsi ketiga diambil.
                                                           100
   96   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106