Page 226 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 28 DESEMBER 2020
P. 226
Usai pernyataan tersebut, pemerintahannya langsung bergerak cepat. Pada 12 Februari, atau
sekitar 3 bulan setelah pelantikan, Jokowi yang diwakili oleh Menteri Koordinator Perekonomian
Airlangga Hartarto, Menkeu Sri Mulyani, Menteri ATR Sofyan Djalil, Menteri LHK Siti Nurbaya,
Menkum HAM Yasonna Laoly dan Menaker Ida Fauziyah langsung menyerahkan naskah
akademis dan draf UU Omnibus Law kepada DPR.
Gayung bersambut, DPR yang memang dikuasai oleh koalisi partai pendukung pemerintahan
Jokowi-Ma'ruf Amin bergerak cepat dalam membahas undang-undang itu. Dalam waktu kurang
dari 6 bulan, ruu setebal lebih dari seribu halaman lebih itu rampung dibahas. Pada 3 Oktober
2020, Baleg menyepakati ruu tersebut dibawa ke pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna
untuk disahkan menjadi undang-undang.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan UU Cipta Kerja
memang mendesak dibahas dan segera diselesaikan supaya penciptaan lapangan kerja bisa
digeber. Dalihnya, banyak masyarakat Indonesia saat ini butuh kerja.
Data yang dimilikinya, total masyarakat Indonesia yang butuh pekerjaan mencapai 30 juta orang.
Angka itu ia dapat dari jumlah masyarakat pendaftar Program Kartu Prakerja.
"Secara konkret, lebih dari 30 juta masyarakat Indonesia yang membutuhkan lapangan
pekerjaan, ini terekam, by name, by address di Kartu Prakerja. Jadi, pemerintah tidak bisa
berdiam diri," katanya beberapa waktu lalu.
Jalan Terjal Meski demikian, proses perumusan UU Cipta Kerja bukan tanpa masalah. Dari awal
pembahasan, riak-riak kecil sempat mengganjal pembahasan beleid tersebut.
Riak salah satunya datang dari kalangan buruh. Sejak awal pembahasan ruu buruh memang
menentang keras rencana pemerintah membahas beleid itu.
Tentangan dilakukan karena beberapa poin yang diatur dalam beleid itu berpotensi merugikan
buruh. Salah satunya, ketentuan mengenai pesangon.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan tentangan dilakukan karena RUU Omnibus Law Cipta Kerja
membuat pesangon yang dalam UU Ketenagakerjaan diatur sebanyak 32 bulan upah, menjadi
berkurang tinggal 25 bulan saja.
Tak hanya soal pesangon, Said mengatakan pihaknya juga menolak beberapa poin yang diatur
dalam RUU Cipta Kerja. Poin pertama menyangkut formula penetapan upah minimum
kota/kabupaten (UMK) bersyarat dan penghapusan upah minimum sektoral kota/kabupaten
(UMSK) dalam RUU Cipta Kerja.
Menurutnya, UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada.
"Tidak adil jika sektor otomotif seperti Toyota, Astra dan lain-lain atau sektor pertambangan
seperti Freeport dan lain-lain, nilai UMK nya sama dengan perusahaan baju atau perusahaan
kerupuk. Oleh karena itu di seluruh dunia ada upah minimum sektoral yang berlaku sesuai nilai
kontribusi masing-masing industri terhadap produk domestik bruto (PDB)," papar Said.
Poin kedua, soal perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Said bilang pihaknya menolak jika
buruh termasuk outsourcing diberikan kontrak seumur hidup.
Menurutnya, ini menjadi hal yang serius bagi buruh karena berkaitan dengan jaminan kehilangan
pekerjaan (JKP) untuk outsourcing.
"Siapa yang akan membayar JKP untuk outsourcing, tidak mungkin buruh membayar kompensasi
untuk dirinya sendiri dengan membayar iuran JKP," terang Said.
225