Page 222 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 28 DESEMBER 2020
P. 222

lebih  lanjut  oleh  Peraturan  Pemerintah  (PP),  namun  hingga  kini  PP  tersebut  belum  juga
              ditetapkan.
              Selain itu, pembentukan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) juga menjadi terobosan dalam UU
              PPMI. LTSA merupakan pelayanan dokumen khusus calon buruh migran. LTSA menyatukan 7
              instansi pemerintah dalam satu atap yaitu Disnaker. Imigrasi. BPJS Ketenagakerjaan, Dukcapil,
              UPT  BP2MI,  Kesehatan,  dan  Kepolisiaan.  Harapannya  calon  buruh  migran  dapat  mengurus
              dokumen  pemberangkatan  dengan  cepat,  singkat,  dan  murah  karena  tidak  perlu  lagi
              mengunjungi instansi yang jaraknya berjauhan.

              Dalam  pelaksanaanya,  masih  banyak  terjadi  kendala.  Banyak  LTSA  yang  instansinya  tidak
              lengkap, sehingga tujuan LTSA tidak tercapai. Hasil pengematan saya, hanya LTSA Surabaya
              yang mempunyai instansi lengkap. Hal ini terjadi karena minimnya staff di dinas terkait, sehingga
              tidak  bisa  menempatkan  staff  di  LTSA.  Selain  itu,  banyak  dari  pemerintah  daerah  tidak
              mempunyai komitmen untuk mendanai LTSA, sehingga banyak LTSA kurang anggaran dalam
              melakukan aktivitasnya. Untuk mengatur secara komprehensif. UU PPMI telah menyatakan agar
              LTSA diatur dalam PP, namun lagi-lagi hingga kini belum ditetapkan.
              Tantangan

              Setelah 3 tahun berjalannya UU PPMI, tentunya tantangan yang paling berat ialah mewujudkan
              janji-janji perlindungan berupa peraturan turunan. UU PPMI memiliki 26 peraturan turunan yang
              harus ditetapkan, yaitu 11 PP, 2 Pepres, 10 Permen, dan 3 Perkabadan. Hingga saat ini belum
              seluruh  peraturan  turunan  ditetapkan,  padahal  UU  PPMI  menyatakan  peraturan  turunan
              ditetapkan paling lama 2 tahun, yang seharusnya pada 22 November 2019 lalu seluruh peraturan
              telah ditetapkan.

              Paling  krusial  ialah  PP  tentang  perlindungan  pelaut  awak  kapal  yang  hingga  kini  belum
              ditetapkan. Padahal PP ini merupakan pokok aturan yang melindungi buruh migran di sektor
              laut.  Perlu  diketahui  bahwa  sampai  saat  ini  terjadi  dualisme  pengaturan  ABK  antara
              Kementeriaan Ketenagakerjaan dan Kementeriaan Perhubungan. Seharusnya penempatan dan
              pelindungan anak buah kapal (ABK) tunduk pada UU PPMI yang berada di bawah Kementeriaan
              Ketenagakerjaan, namun karena PP belum ditetapkan, pengaturan ABK saat ini masih tunduk
              pada Permenhub No 84 tahun 2013 di bawah Kementeriaan Perhubungan.

              Hal ini menyebabkan carut marut tata kelola penempatan ABK, sehingga ABK tidak terdata dan
              pelindungannya  sulit  untuk  dipenuhi.  Itu  sebabnya  harus  menjadi  perhatian  khusus  oleh
              pemerintah, karena banyaknya kasus perbudakan modern ABK Indonesia akibat tidak solidnya
              peraturan.

              Kedepannya, tantangan pelindungan buruh migran lebih berat lagi. Terutama dalam menetapkan
              peraturan turunan, agar UU PPMI tidak hanya terlihat manis di kertas. Disahkannya UU Cipta
              Kerja  juga  banyak  memodifikasi  perizinan  perusahaan  penempatan  buruh  migran,  yang
              berdampak pada pelindungan buruh migran. Hal yang dipaparkan di atas merupakan sedikit dari
              banyaknya  tantangan  pelindungan  buruh  migran  yang  perlu  direfleksikan  pada  I  lari  Buruh
              Migran Internasional. Karena pelindungan yang ada pada saat ini bukan merupakan pemberian,
              namun hasil perjuangan! ***

              Penulis  adulah  mahasiswa  konsentrasi  Hukum  Perburuhan  di  Fakultas  Hukum  Universitas
              Sumatera Utara (USU).








                                                           221
   217   218   219   220   221   222   223   224   225   226   227