Page 17 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 13 OKTOBER 2020
P. 17

perdebatan juga masih terjadi. Informasi mengenai rencana unjuk rasa'juga masih berseliweran
              di aplikasi perpesanan.
              Semua itu menambah fenomenal perjalanan undang-undang (UU) ini. Sejak awal ketika baru
              diwacanakan hingga pengajuan ke DPR RI, Rancangan UU (RUU) ini sudah diwarnai beragam
              sikap dari berbagai komponen masyarakat.

              Ada  yang  setuju  dan  ada  yang  menolak.  Sikap  berseberangan  itu  juga  mengiringi
              pembahasannya di DPR RI. Sampai akhirnya DPR menyetujui RUU ini disahkan menjadi UU pada
              5 Oktober 2020, sikap berseberangan itu masih terjadi. Bahkan pihak yang menolak melanjutkan
              perjuangan ke ranah ekstraparlementer yang puncaknya pada 8 Oktober 2020.

              Mereka dari beragam latar belakang.

              Tidak hanya buruh atau pekerja, ada juga mahasiswa, pelajar dan masyarakat. Bukan hanya di
              DKI Jakarta, tetapi juga di berbagai kota besar di Indonesia. Umumnya unjuk rasa itu menyasar
              kantor DPRD dan pemerintah provinsi.

              Fasum

              Tetapi di Jakarta justru berbeda. Pada awalnya pembahasan hingga persetujuan RUU ini, unjuk
              rasa dilakukan di sekitar Gedung Parlemen, tempat seluruh proses legislasi. Namun setelah 5
              Oktober, aksi-aksi penolakan bergeser. Mulai Cikarang (Kabupaten Bekasi) dan daerah lainnya.

              Puncaknya pada 8 Oktober, aksi-aksi menyasar kawasan bisnis, seperti Senen, Harmoni hingga
              Sudirman-Thamrin termasuk Bundaran Hotel Indonesia (HI)

              Kerusakan fisik berupa fasilitas umum (fasum) terjadi di sejumlah kawasan. Sejauh ini, kerusakan
              terparah dialami PT Transjakarta dengan 46 halte, tiga di antaranya harus dirombak total.

              Kerugian  fisik  atas  perusakan,  penjarahan  dan  pembakaran  halte  tidak  diungkapkan.  Tetapi
              butuh kucuran anggaran sekitar Rp 65 miliar hingga fasum ini bisa digunakan lagi secara normal.
              Bisa  dibayangkan  betapa  terganggunya  mobilitas  warga  yang  sudah  terbatas  di  tengah
              Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akibat operasional Transjakarta tanpa ada halte.

              Kerugian  fisik  bisa  dikalkulasi  dan  dana  perbaikannya  bisa  diusahakan,  tetapi  kerugian
              masyarakat siapa yang menanggung?
              Kerugian tersebut pasti juga dialami perusuh yang merusak halte-halte itu jika bermobilitas untuk
              suatu  urusan  menggunakan  Transjakarta  dalam  kurun  waktu  hingga  beberapa  pekan
              mendatang.

              Belum lagi kalau dikaitkan dengan potensi penyebaran virus corona (COVID-19). Tak sedikit
              pihak yang mencemaskan munculnya klaster baru dari ajang unjuk rasa, apalagi dari hasil tes
              cepat (rapid test) yang dilakukan Polda Metro Jaya menunjukkan tak sedikit pedemo yang reaktif.

              Gugatan

              Kini kontroversi terhadap UU ini masih terjadi di masyarakat. Penolak masih pada sikapnya, di
              sisi lain pemerintah terus menjelaskan substansi UU ini. Sebagian pihak mendesak pemerintah
              membatalkannya  tetapi mungkinkah  akan  dilakukan  pemerintah  mengingat  RUU  ini diajukan
              pemerintah?

              Begitu  juga  desakan  agar  pemerintah  merevisinya  melalui  Peraturan  Pemerintah  Pengganti
              Undang-Undang  (Perppu)  pasti  tidak  akan  dipenuhi.  Perppu  pun  membutuhkan  proses
              persetujuan dari parlemen.


                                                           16
   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22