Page 18 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 13 OKTOBER 2020
P. 18
Setelah proses DPR, sebuah RUU menjadi UU setelah ditandatangani presiden untuk
diundangkan dalam lembaran negara. Jika pun presiden tidak menandatangani, dalam rentang
30 hari sebuah UU tetap sah.
Karena itu, UU ini tidak bisa lagi dibendung dan akan tetap berlaku. Jajaran pemerintah pun
langsung melakukan sosialisasi substansinya.
Namun, bukan berarti peluang untuk mempersoalkan substansi sebuah UU oleh masyarakat
tertutup sama sekali. Peluang itu dapat ditempuh melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Prosedur ini konstitusional dan semua warga negara Indonesia---tentu yang memenuhi
persyaratan---berhak mengajukan gugatan ke MK. Apalagi pemerintah pun mengarahkan
pemanfaatan prosedur konstitusional ini.
Transformasi Ekonomi Presiden Joko Widodo mempersilakan pihak manapun yang tidak puas
atas Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) untuk mengajukan uji materi (judicial review) ke
MK.
"Jika masih ada ketidakpuasan terhadap UU Ciptaker ini, silakan mengajukan uji materi atau
judicial review melalui Mahkamah Konstitusi," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam,
keterangan pers terkait UU Cipta Kerja dari Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (9/10).
Sistem ketatanegaraan di negeri ini memang menggariskan seperti itu. Jika masih ada yang
merasa tidak puas dan menolak UU disarankan untuk melalui jalur uji materi ke MK. Presiden
telah memimpin rapat terbatas secara virtual dengan jajarannya termasuk para menteri dan
gubernur untuk membahas tentang UU Ciptaker.
Presiden mencatat setidaknya terdapat 11 klaster dalam UU tersebut yang secara umum
bertujuan untuk mempercepat transformasi ekonomi.
UU itu di antaranya mengatur urusan penyederhanaan perizinan, investasi ketenagakerjaan,
pengadaan lahan, kemudahan berusaha, riset dan inovasi administrasi, kemudahan dan
perlindungan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), investasi dan proyek pemerintah serta
urusan kawasan ekonomi. Indonesia membutuhkan UU Cipta Kerja untuk membuka peluang
lapangan kerja lebih luas.
Bohong
Presiden Joko Widodo menyebutkan terjadinya demonstrasi massa yang menolak Undang-
Undang Cipta Kerja karena dilatarbelakangi disinformasi dan juga kabar bohong, atau hoaks di
media sosial. Presiden mencontohkan beberapa kabar keliru, di antaranya yang menyebutkan
upah minimum provinsi (UMP), upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan upah minimum
sektoral provinsi dihapus.
Pada UU yang disusun melalui metode Omnibus Law itu, ketentuan upah juga diatur berdasarkan
waktu dan hasil yang diperoleh pekerja. Presiden dengan tegas membantah jika ada yang
menyebut upah minimum akan dihitung per jam.
Kemudian, Presiden Jokowi juga menjelaskan bahwa UU Cipta Kerja mengatur hak untuk semua
cuti. Dari cuti sakit, cuti menikah, cuti khitanan, cuti babtis, cuti kematian hingga cuti melahirkan.
Selain itu, Presiden juga menjelaskan perusahaan tidak bisa melakukan pemutusan hubungan
kerja (PHK) secara sepihak karena harus mengikuti ketentuan di UU Cipta Kerja. Begitu juga
dengan jaminan sosial terhadap pekerja yang diakomodasi dalam UU tersebut.
Yang juga sering diberitakan tidak benar adalah dihapusnya analisis mengenai dampak
17