Page 10 - Microsoft Word - MAKALAH_UAS_MARIA_LEDIANA_LAMUT[1]
P. 10
Dengan sistem ini, Belanda memonopoli perdagangan komoditi-komoditi
ekspor di Jawa. Terlebih lagi, pihak Belanda-lah yang memutuskan jenis (dan jumlah)
komoditi yang harus diproduksi oleh para petani Jawa. Secara umum, ini berarti
bahwa para petani Jawa harus menyerahkan seperlima dari hasil panen mereka kepada
Belanda. Sebagai gantinya, para petani menerima kompensasi dalam bentuk uang
dengan harga yang ditentukan Belanda tanpa memperhitungkan harga komoditi di
pasaran dunia. Para pejabat Belanda dan Jawa menerima bonus bila residensi mereka
mengirimkan lebih banyak hasil panen dibanding waktu sebelumnya, maka
mendorong intervensi top-down dan penindasan. Selain pemaksaan penanaman dan
kerja rodi, pajak tanah Raffles juga masih berlaku! Sistem Tanam Paksa menghasilkan
kesuksesan keuangan. Antara tahun 1832 dan 1852, sekitar 19 persen dari total
pendapatan pemerintah Belanda berasal dari koloni Jawa. Antara tahun 1860 dan
1866, angka ini bertambah menjadi 33 persen.
Pada awalnya, sistem Tanam Paksa itu tidak didominasi hanya oleh pemerintah
Belanda saja. Para pemegang kekuasaan Jawa, pihak Eropa swasta dan juga para
pengusaha Tionghoa ikut berperan. Namun, setelah 1850 - waktu sistem Tanam Paksa
direorganisasi - pemerintah kolonial Belanda menjadi pemain utama. Namun
reorganisasi ini juga membuka pintu bagi pihak-pihak swasta Eropa untuk mulai
mendominasi Jawa. Sebuah proses privatisasi terjadi karena pemerintah kolonial
secara bertahap mengalihkan produksi komoditi ekspor kepada para pengusaha swasta
Eropa.
2.4 Zaman Liberal Hindia Belanda