Page 214 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 214
Kiriman Catatan Praktik Buddhadharma dari Lautan Selatan
bahasa Tionghoa. Ini bukanlah ‘rok’ (skirt). Terjemahan untuk kata
sankakshika beraneka ragam hingga saat ini. 99
Seorang biksuni seharusnya tidak mengenakan pakaian yang
melanggar aturan, dan berpakaian menurut ajaran. Sankakshika
terbuat dari kain selebar penuh atau setengah lebar kain, bisa dari
sutra atau linen, empat atau lima hasta panjangnya. Sankakshika
dikenakan bahu, seperti halnya ketika mengenakan pakaian ‘lima
lapis.’ Di mana pun seorang biksuni berada, dia harus menutupi
tubuhnya. Meskipun di kamar kecil, bahu tidak boleh dibiarkan
terbuka.
Pakaian ini dikenakan selama musim semi dan musin panas.
Pakaian hangat dapat dikenakan selama musim gugur dan musin
dingin bila membutuhkannya. Dengan ber-pindapatta, dia dapat
menyokong tubuhnya secara memadai.
Walaupun dirinya seorang wanita, bila dia tegar, dia tak perlu
mengurusi pintal dan tenun, maupun tugas-tugas (rumah tangga)
biasa; apalagi mengenakan begitu banyak pakaian ‘lima lapis, sepuluh
lapis.’
Ada sejumlah biksuni yang tak pernah berpikir untuk bermeditasi
(dhyana) atau membaca, dan begitu hanyut dalam keinginan indrawi.
Sebagian lagi mengumpulkan banyak pakaian dan ornamen dan tidak
memperhatikan sila. Orang-orang seperti ini patut dipertanyakan
oleh umat awam. Para biksuni di India sangat berbeda dengan biksuni
di Tiongkok. Mereka yang ada di India, hidup dari ber-pindapatta dan
menjalani kehidupan dengan sederhana.
Di sini ada satu pertanyaan: ‘Bantuan dan pasokan untuk para
biksuni sangatlah minim. Wihara-wihara di banyak tempat tidak
99 Catatan penerjemah: ada yang menerjemahkan sankakshika sebagai ‘side-
covering cloth, shoulder covering cloth, armpit covering cloth,’ tetapi sankakshika
sebenarnya adalah kain penutup dada untuk biksuni.
200