Page 215 - KIRIMAN CATATAN PRAKTIK BUDDHADHARMA DARI LAUTAN SELATAN
P. 215
Bab XII — Aturan untuk Pakaian Biksuni dan Berkabung
memiliki makanan atau pasokan khusus untuk mereka. Dengan
demikian, tak mungkin mereka dapat menyokong diri bila tidak
bekerja. Namun bila mereka melakukan ini, tindakan mereka sering
bertentangan dengan ajaran Vinaya dan tidak sesuai dengan maksud
agung Buddha. Bagaimana mereka memutuskannya untuk diri sendiri:
mengikuti satu jalan dan menolak lainnya? Ketika kebutuhan pokok
terpenuhi, kehidupan spiritual pun berkembang. Mohon utarakanlah
pendapat kalian mengenai hal ini (secara harfiah: benar atau keliru).’
Pertanyaan ini saya jawab sebagai berikut: ‘Niat awal seseorang
adalah ber-pabbaja (meninggalkan rumah), dengan tujuan merealisasi
pembebasan tertinggi (moksha). Untuk memangkas akar-akar negatif
dari tiga racun, dan untuk membendung derasnya empat arus ;
100
101
dia harus menjalankan praktik-praktik dhuta dan menghindari jalan
yang berbahaya (buntu): menyiksa diri, atau sebaliknya – bersenang-
senang. Dengan hati yang tulus dan tidak banyak keinginan, dia harus
mengupayakan jalan ketenangan sejati. Ajaran akan berkembang bila
sila dijaga siang dan malam, terus-menerus. Adalah keliru bila hanya
berpikir untuk hidup nyaman. Bila dia ketat dalam praktik dan tulus
dalam tingkah laku, sesuai dengan ajaran Vinaya, dia akan dihormati
oleh naga, makhluk halus, dewa, dan manusia. Lalu untuk apa begitu
mencemasi penghidupannya dan melelahkan diri (dalam jalan
duniawi) secara sia-sia.’
Kelima pakaian, sebuah kendi dan mangkuk patta adalah cukup
bagi para biksuni untuk bertahan hidup. Dan suatu ruangan kecil
untuk bermukim adalah cukup untuk menunjang hidup. Kepemilikan
pribadi dapat dikurangi, dengan demikian masalah-masalah sebagai
umat awam dapat dihindari. Para biksuni bisa semurni batu permata
berharga di dalam lumpur atau bunga teratai di air. Dengan demikian,
meskipun mereka dianggap rendah, kenyataannya, hidup mereka
100 Yakni ketertarikan (raga), penolakan (dvesha), dan delusi (moha).
101 Yakni keinginan indrawi, ingin ‘menjadi’ sesuatu/seorang (bhava),
pandangan keliru, dan kesalahpengertian, yang juga disebut ‘empat
beban.’
201